Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Stockholm Syndrome, Ketika ‘Benci Menjadi Cinta’

Myles Bannister

Anda pernah mendengar istilah Stockholm syndrome? Ada sejumlah kasus terkenal di dunia ini yang kerap dikaitkan dengan fenomena tersebut. Lantas, apa itu Stockholm syndrome dan s eseorang bisa mengalami hal ini ? Ketahui lebih lanjut mengenai kondisi ini selengkapnya!

Apa Itu Stockholm Syndrome?

Stockholm syndrome adalah respons psikologis pada korban penculikan, tawanan, dan sejenisnya. Korban menunjukkan respons psikologis empati kepada sang pelaku. Pada sejumlah kasus, korban penculikan bahkan merasa jatuh cinta kepada orang yang menculiknya.

Fenomena Stockholm syndrome merambah ke kondisi lainnya, termasuk mereka yang ‘bertahan’ dengan pasangan yang melakukan kekerasan verbal maupun fisik.

Sejarah Stockholm Syndrome

Istilah ini diperkenalkan oleh seorang kriminolog dan psikolog bernama Nils Bejerot.

Penamaan sindrom Stockholm berdasarkan pada peristiwa perampokan bank di Stockholm, Swedia pada tahun 1973. Seorang perampok bernama Jan-Erik Olsson menyandera empat pegawai bank KreditBanken selama 6 hari dan menyekap mereka.

Pasca dibebaskan dari penculikan, keempat pegawai bank tersebut membuat pengakuan yang mengejutkan. Mereka merasa empati terhadap Jan-Erik Olsson dan menolak untuk dijadikan saksi di persidangan.

Penyebab Stockholm Syndrome

Terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kondisi ini diantaranya:

  • ‘Kebersamaan’ antara pelaku dan korban selama penyekapan
  • Rasa tertekan yang dirasakan oleh pelaku dan korban
  • Pelaku memperlakukan korbannya “dengan baik” selama penyekapan berlangsung

Faktor-faktor tersebut mengubah persepsi korban terhadap pelaku hingga merasa empati atau jatuh cinta.

Ciri dan Gejala Stockholm Syndrome

Sindrom Stockholm ditandai oleh beberapa ciri atau gejala khas.

Contoh sikap yang bisa dikategorikan sebagai ciri sindrom ini adalah:

  • Memiliki rasa empati kepada pelaku
  • Turut membantu pelaku dalam menjalankan aksinya
  • Tidak berusaha melawan atau melarikan diri dari pelaku
  • Tidak merespon upaya penyelamatan dari pihak berwajib

Korban yang terkena Sindrom Stockholm bisa mengalami gejala seperti gelisah, gangguan tidur, dan kesulitan berinteraksi dengan orang lain setelah dibebaskan.

Apakah Stockholm Syndrome Bisa Disembuhkan?

Sindrom Stockholm adalah kelainan mental yang bisa disembuhkan.

Penanganan pengidap sindrom ini dilakukan dengan terapi mental oleh psikiater. Terapi meliputi obat-obatan antidepresan dan sesi konseling untuk memulihkan kondisi mental korban.

Fenomena Stockholm Syndrome Paling Terkenal

Kasus-kasus penculikan dan penyanderaan yang berujung pada Sindrom Stockholm cukup menggemparkan publik dunia. Beberapa contohnya:

1. Kasus Penculikan Patty Hearst

Patty Hearst, anak pemilik surat kabar The Californian, ikut bergabung dengan kelompok militan yang menculiknya dan melakukan aksi kriminal bersama mereka, termasuk merampok sebuah bank di San Fransisco.

2. Kasus Penculikan Natascha Kampusch

Natascha Kampusch diculik dan disekap selama 8 tahun oleh seorang pria. Ia merasa sedih ketika penculiknya tewas bunuh diri setelah ia berhasil melarikan diri.

Itu dia informasi mengenai Sindrom Stockholm yang perlu Anda ketahui. Semoga bermanfaat!

Referensi

  1. Burton, N. 2012. What Underlies Stockholm Syndrome? https://www.psychologytoday.com/us/blog/hide-and-seek/201203/what-underlies-stockholm-syndrome (Diakses pada 14 Oktober 2019)
  2. Lambert. L. Stockholm Syndrome. https://www.britannica.com/science/Stockholm-syndrome (Diakses pada 14 Oktober 2019)
  3. Nierenberg, C. 2019. What is Stockholm Syndrome? https://www.livescience.com/65817-stockholm-syndrome.html (Diakses pada 14 Oktober 2019)
  4. Westcott, K. 2013. What isStockholm Syndrome? https://www.bbc.com/news/magazine-22447726 (Diakses pada 14 Oktober 2019)
  5. Shiel Jr, W. 2018. Medical Definition of Stockholm Syndrome. https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=24038 (Diakses pada 14 Oktober 2019)

About The Author

Antipsikotik: Manfaat, Dosis, Efek Samping, dll

Andropause: Gejala, Penyebab, Cara Mengatasi, Pencegahan, dll