Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Selfitis Syndrome: Penyebab, Ciri, dan Cara Penanganannya

Myles Bannister

Swafoto atau selfie merupakan aktivitas mengambil foto diri sendiri yang banyak dilakukan oleh masyarakat dengan adanya smartphone dengan kamera. Namun, terlalu sering melakukan swafoto atau selfie dapat menyebabkan penyakit mental yang disebut selfitis atau selfitis syndrome. Apa itu? Yuk, simak pembahasannya berikut!

Apa itu Selfitis Syndrome?

Selfitis adalah keinginan obsesif untuk mengambil dan mempublikasikan foto diri sendiri di media sosial sebagai cara untuk meningkatkan harga diri dan memenuhi kebutuhan akan keintiman.

Selfitis dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

  • Borderline Selfitis: Mengambil foto diri setidaknya tiga kali sehari tanpa memposting di media sosial.
  • Acute Selfitis: Mengambil foto diri setidaknya tiga kali sehari dan mempostingnya di media sosial.
  • Chronic Selfitis: Dorongan yang tidak terkendali untuk mengambil foto diri sepanjang waktu dan mempostingnya lebih dari enam kali sehari di media sosial.

Penelitian juga menunjukkan bahwa selfitis berhubungan dengan narsisme dan kurangnya empati terhadap orang lain yang ditandai dengan penggunaan filter berlebihan untuk memperindah penampilan diri.

Penyebab Selfitis Syndrome

Penelitian mengidentifikasi enam kategori penyebab selfitis, yaitu:

1. Peningkatan kualitas lingkungan

Beberapa orang berpendapat bahwa swafoto dan membagikannya di media sosial dapat meningkatkan kualitas lingkungan mereka serta mengungkapkan diri mereka dengan lebih baik.

2. Kompetisi sosial

Selfitis juga dipicu oleh kompetisi dalam jumlah tampilan, suka, dan komentar di media sosial. Banyak orang beranggapan bahwa semakin banyak interaksi tersebut, semakin tinggi status sosial mereka.

3. Mencari perhatian

Banyak orang mengaku membagikan foto di media sosial karena kurangnya perhatian dari orang-orang terdekat, seperti keluarga. Mereka mencari perhatian virtual dari pengguna media sosial.

4. Mengurangi stres

Beberapa orang merasa bahwa swafoto dapat mengurangi stres. Mereka menerima pengakuan positif dari pengguna media sosial yang tidak mereka dapatkan dari lingkungan sekitar mereka.

5. Meningkatkan kepercayaan diri

Berkembangnya teknologi memungkinkan perubahan penampilan diri yang membuat mereka merasa lebih percaya diri. Mereka terus membagikan foto di media sosial untuk mendapatkan validasi dari pengguna lain.

6. Menyesuaikan diri dengan lingkungan

Beberapa orang menganggap swafoto dan membagikannya di media sosial sebagai bentuk penyesuaian dengan komunitas tertentu. Mereka takut diasingkan jika tidak melakukannya.

Tanda-Tanda Selfitis Syndrome

Berikut adalah tanda-tanda selfitis menurut The Daily Star:

Egois

Selfitis ditandai dengan sifat egois terkait dengan foto yang diambil, misalnya penggunaan filter berlebihan atau mengunggah foto teman yang dianggap jelek atau memalukan. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran berlebih tentang penilaian orang lain terhadap diri sendiri.

Sulit diatur

Penderita selfitis merasa lebih unggul daripada orang lain, sehingga sulit diatur dan menolak perintah orang lain.

Enggan menerima kritik

Mereka enggan menerima kritik dalam bentuk apapun karena merasa lebih sempurna daripada orang lain.

Mendengar dan mengabaikan

Mereka bersikap negligensi terhadap kritik yang ditujukan pada mereka karena menganggapnya tidak relevan.

Tidak bertanggungjawab

Penderita selfitis tidak bertanggungjawab atas kesalahan mereka dan cenderung menyalahkan orang lain.

Mudah marah

Orang dengan selfitis mudah marah tanpa alasan yang jelas.

Keinginan untuk mengubah penampilan

Penderita selfitis cenderung ingin mengubah penampilan mereka dengan memanfaatkan filter dan alat lainnya untuk terlihat sempurna seperti dalam foto yang diunggah.

Cara Penanganan Pasien dengan Selfitis Syndrome

Pengobatan yang paling efektif untuk memulihkan penderita selfitis adalah terapi perilaku kognitif. Penanganan selfitis sebaiknya dilakukan oleh tenaga profesional untuk memulihkan nilai-nilai dan kepercayaan diri pasien.

Terapi perilaku kognitif dilakukan melalui konseling dengan tujuan:

  • Meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri mereka.
  • Membentuk hubungan yang kuat dengan orang-orang di sekitar mereka.
  • Mengisi kekosongan dalam diri dengan hal yang lebih bermanfaat.

Pengobatan selfitis membutuhkan waktu yang cukup lama. Pengobatan yang terburu-buru dapat menyebabkan risiko seperti kesepian, rendah diri, kecemasan, dan kemarahan yang tidak terkontrol.

Referensi

  1. Hagen-Miller, Linda. 2018. Do You Know Somebody Who Suffers From ‘Selfitis’? https://www.healthline.com/health-news/do-you-know-somebody-who-suffers-from-selfitis#Not-ready-for-your-close-up. (Diakses pada 13 Februari 2022).
  2. Islam, Muhammad Torequl. 2021. Selfitis: the selfie caused mental disorder. https://www.thedailystar.net/health/disease/disease-control/news/selfitis-the-selfie-caused-mental-disorder-2122861. (Diakses pada 13 Februari 2022).
  3. Lee, Bruce Y. 2017. What Is ‘Selfitis’ And When Does Taking Selfies Become A Real Problem? https://www.forbes.com/sites/brucelee/2017/12/26/what-is-selfitis-and-when-does-taking-selfies-become-a-real-problem/?sh=3e2708e430dc. (Diakses pada 13 Februari 2022).
  4. Venkatesh, Shilpa. 2021. Selfie Addiction – Treatment, Symptoms And Causes. https://www.lybrate.com/topic/treatment-for-selfie-addiction. (Diakses pada 13 Februari 2022).

About The Author

Kram Otot: Gejala, Penyebab, Pengobatan, Pencegahan, dll

Nyeri Dada Setelah Makan, Apakah Gejala Penyakit Jantung?