Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Retensio Plasenta: Penyebab, Gejala, Diagnosis & Penanganan

Myles Bannister

Apa Itu Retensio Plasenta?

Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta di dalam rahim dan tidak keluar dengan sendirinya secara alami. Plasenta harus segera dikeluarkan dari rahim ibu.

Ketika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, kondisi ini dapat mengancam jiwa, menyebabkan infeksi, hingga kematian.

Plasenta biasanya keluar sekitar 5-10 menit setelah kelahiran bayi, namun terkadang baru keluar setelah 30 menit. Perlekatan antara kulit bayi dan ibu saat pertama kali menyusui dapat memicu hormon oksitosin yang mendorong pelepasan plasenta secara alami. Jika plasenta belum keluar setelah 1 jam, kondisi ini disebut retensio plasenta.

Itulah pengertian retensio plasenta. Berikut ini akan dijelaskan penyebab retensio plasenta dan cara mencegahnya.

Penyebab Retensio Plasenta

Menurut Mom Junction, ada beberapa penyebab plasenta tertahan di dalam rahim, di antaranya:

1. Atonia uteri

Jenis retensio plasenta yang paling umum terjadi adalah ketika rahim tidak berkontraksi atau berhenti berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta.

2. Plasenta terperangkap

Retensio plasenta terjadi saat plasenta terlepas dari rahim tetapi terperangkap di belakang serviks yang tertutup. Biasanya terjadi ketika serviks mulai menutup sebelum plasenta dikeluarkan.

3. Plasenta adheren

Ketika semua atau sebagian plasenta melekat di dinding rahim, kondisi ini dikenal sebagai plasenta adheren. Dalam kasus yang jarang terjadi, sebagian plasenta dapat melekat pada bekas luka caesar sebelumnya, yang dikenal sebagai plasenta akreta.

4. Plasenta akreta

Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel di dalam rahim, kemungkinan karena bekas luka operasi caesar sebelumnya.

5. Plasenta perkreta

Plasenta perkreta terjadi saat plasenta tumbuh dan berkembang di sepanjang dinding rahim.

Selain itu, retensio plasenta juga dapat terjadi ketika sebagian plasenta terhubung ke bagian utama oleh pembuluh darah yang menempel di dalam rahim, yang dikenal sebagai lobus succenturiate.

Gejala Retensio Plasenta

Jika sisa plasenta tertahan di rahim setelah melahirkan, Anda akan mengalami gejala sehari setelah melahirkan, di antaranya:

  1. Demam
  2. Kram dan kontraksi yang parah
  3. Bau busuk yang mengandung residu jaringan besar
  4. Mengalami pendarahan terus-menerus
  5. Menghambat produksi susu

Mengeluarkan plasenta setelah melahirkan adalah sinyal bagi produksi ASI. Jika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, sinyal ini terputus sehingga pasokan ASI berubah.

Jenis Retensio Plasenta

Retensi plasenta dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Plasenta adheren

Plasenta adheren terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta. Plasenta yang tersisa menempel pada dinding rahim. Jenis ini adalah jenis retensio plasenta yang paling umum.

2. Plasenta terperangkap

Plasenta terperangkap terjadi ketika plasenta terlepas dari dinding rahim tetapi belum keluar dari tubuh wanita itu. Plasenta yang terperangkap tertinggal di dalam rahim.

3. Plasenta akreta

Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel pada dinding otot rahim, menyebabkan persalinan sulit dan seringkali perdarahan hebat. Untuk mengatasi kondisi ini, mungkin diperlukan transfusi darah atau histerektomi.

Diagnosis Retensio Plasenta

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cermat oleh bidan atau dokter dapat mendiagnosis plasenta yang tertahan di dalam rahim. Dokter akan memeriksa apakah plasenta yang dikeluarkan masih utuh dengan rahim setelah melahirkan. Bahkan sisa plasenta yang kecil bisa berisiko.

Dalam beberapa kasus, plasenta yang tertahan mungkin tidak terdiagnosis. Namun, ketika ibu mulai mengalami gejala setelah melahirkan, itu menandakan retensio plasenta.

Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi untuk memeriksa fragmen plasenta yang tertahan di dalam rahim. Jika ditemukan sisa plasenta yang terperangkap, perawatan diperlukan untuk mencegah komplikasi.

Penanganan Retensio Plasenta

Jika mengalami gejala retensio plasenta setelah persalinan, segera hubungi dokter untuk perawatan lebih lanjut. Berikut adalah beberapa penanganan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi retensio plasenta:

1. Manual

Penanganan retensio plasenta biasanya dilakukan di ruang bersalin atau ruang operasi. Dokter akan memasukkan kateter untuk mengosongkan kandung kemih dan memberikan antibiotik intravena untuk mencegah infeksi. Selanjutnya, dokter akan melepaskan plasenta di dalam rahim dan memberikan obat tambahan untuk mendorong kontraksi rahim.

2. Menarik tali pusar

Penanganan retensio plasenta ini dilakukan ketika plasenta terlepas dari uterus, tetapi belum keluar. Dokter akan menarik tali pusar dengan lembut untuk membantu mengeluarkan plasenta.

3. Kuretase

Pengangkatan plasenta akreta secara manual akan dilakukan sebagian dan kemudian dilanjutkan dengan kuretase untuk menghilangkan sisa-sisa plasenta dari rahim.

4. Histerektomi

Jika kasusnya adalah plasenta perkreta, di mana plasenta tumbuh ke dalam dinding rahim, mungkin diperlukan histerektomi – operasi pengangkatan rahim. Namun, perlu diperhatikan bahwa ini akan menghilangkan kemampuan untuk hamil.

Adakah Cara Mencegah Retensio Plasenta?

Berikut ini adalah beberapa tips yang mungkin membantu mencegah retensio plasenta:

  1. Jika pernah mengalami plasenta tertahan setelah persalinan sebelumnya, Anda berisiko lebih tinggi. Konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan perhatian selama tahap ketiga persalinan. Kontak kulit dengan kulit bayi dapat mengurangi risiko.
  2. Hindari penggunaan oksitosin buatan dalam jangka waktu yang lama untuk mengurangi risiko retensio plasenta, operasi caesar, dan bekas luka di rahim. Terlalu banyak oksitosin dapat menyebabkan atonia uteri, yang merupakan penyebab utama tertahannya plasenta di rahim.

Lakukan langkah-langkah untuk mencegah komplikasi. Jika memiliki riwayat retensio plasenta atau berisiko, konsultasikan dengan dokter mengenai semua masalah yang perlu Anda perhatikan.

About The Author

Manfaat Makan Kentang untuk Ibu Hamil dan Efek Sampingnya

Potassium Iodide: Manfaat, Aturan Penggunaan, dll