Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Misophonia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Myles Bannister

Misophonia adalah ketidaksukaan atau kebencian terhadap suara tertentu yang kuat. Meskipun suara tersebut tidak mengganggu kebanyakan orang, bagi mereka yang mengalami kondisi ini, suara tersebut dapat memicu reaksi emosional. Berikut adalah gejala, penyebab, dan cara mengatasi kondisi ini.

Apa Itu Misophonia?

Misophonia adalah sebuah kelainan di mana seseorang memiliki reaksi kuat dan negatif yang tidak normal terhadap suara biasa yang dibuat oleh manusia, seperti mengunyah atau bernapas. Suara-suara ini dapat menyebabkan keinginan untuk berteriak atau memukul. Suara yang biasa dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan perasaan cemas, panik, dan marah.

Gejala Misophonia

Karakteristik utama dari kondisi ini adalah reaksi ekstrem seperti kemarahan atau agresi terhadap suara tertentu. Kekuatan reaksi berbeda-beda pada setiap orang. Orang dengan misophonia menyadari bahwa reaksi mereka terhadap suara tersebut berlebihan dan mereka kehilangan kendali. Beberapa gejala umum termasuk:

  • Rasa jijik berubah menjadi kemarahan.
  • Agresif secara verbal kepada orang yang membuat kebisingan.
  • Agresif secara fisik terhadap benda-benda.
  • Menyerang orang yang membuat suara tertentu.
  • Menghindari orang-orang yang menimbulkan suara pemicu.

Secara umum, orang dengan kondisi ini mungkin mengalami lebih banyak gejala kecemasan, depresi, dan neurosis dibandingkan dengan orang lain. Penelitian menemukan bahwa penderita biasanya mengalami reaksi fisik seperti:

  • Tekanan di seluruh tubuh, terutama di dada.
  • Ketegangan otot.
  • Peningkatan tekanan darah.
  • Detak jantung lebih cepat.
  • Peningkatan suhu tubuh.

Studi juga menunjukkan bahwa 52,4% penderita misophonia juga dapat didiagnosis dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (OCPD).

Pemicu Misophonia

Beberapa suara lebih mungkin memicu misophonia daripada yang lain. Hal-hal berikut diidentifikasi sebagai pemicu paling umum:

  • Mengunyah makanan, mempengaruhi 81% penderita yang diteliti.
  • Napas keras atau suara hidung, mempengaruhi 64,3% penderita.
  • Suara jari atau tangan, mempengaruhi 59,5% penderita.

Sebanyak 11,9% penderita juga memiliki respons marah dan agresif saat melihat seseorang melakukan tindakan fisik tertentu, seperti menggoyangkan lutut. Suara yang memicu misophonia sebagian besar berasal dari tubuh manusia, tetapi beberapa orang juga bisa terganggu oleh suara benda mati. Menariknya, meniru suara yang mengganggu tidak memengaruhi perasaan penderita.

Penyebab Misophonia

Penyebab pasti kondisi ini belum diketahui dengan pasti, tetapi sensitivitas terhadap suara tertentu ini bukanlah masalah pada telinga. Beberapa pakar menganggap ini sebagai kombinasi kondisi mental dan fisik karena suara memengaruhi otak dan memicu respons otomatis tubuh. Misophonia terkadang disalahartikan sebagai bipolar atau gangguan obsesif-kompulsif.

Kondisi ini juga bisa muncul dengan sendirinya atau bersama masalah kesehatan, perkembangan, dan kejiwaan lainnya. Sebuah studi menemukan bahwa misophonia adalah kelainan berbasis otak yang melibatkan gangguan konektivitas di bagian otak yang memproses suara dan respons fight/flight. Bagian otak yang mengkode pentingnya suara juga terlibat dalam kondisi ini.

Faktor Risiko Misophonia

Usia ketika kondisi seumur hidup ini dimulai tidak diketahui, tetapi beberapa orang melaporkan gejala antara usia 9 dan 13 tahun. Misophonia lebih sering terjadi pada anak perempuan dan muncul dengan cepat, meskipun tidak terkait dengan peristiwa tertentu.

Memahami Respons Otak

Misophonia dan tinnitus memiliki kesamaan, yaitu sensasi berdenging di telinga. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kondisi ini terkait dengan hiperkonektivitas antara sistem pendengaran dan bagian otak yang mengatur emosi. Hiperkonektivitas ini mengindikasikan adanya terlalu banyak koneksi antara neuron di otak yang mengatur pendengaran dan emosi.

Sebuah studi menggunakan pencitraan MRI menemukan bahwa suara pemicu menghasilkan respons yang sangat besar di anterior insular cortex (AIC), bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses emosi. Studi ini juga menemukan konektivitas yang lebih besar antara AIC dan default mode network (DMN), kondisi yang dapat memicu ingatan dan pancaindra.

Diagnosis Misophonia

Misophonia sering didiagnosis sendiri. Dalam beberapa kasus, teman atau anggota keluarga dapat mengidentifikasi masalahnya jika sering menjadi sasaran kemarahan. Namun, beberapa penderita mungkin kurang teliti dalam mendiagnosis diri sendiri atau beberapa penderita yan mengalami tekanan percaya bahwa pelaku kebisingan adalah yang harus disalahkan.

Pengobatan Misophonia

Misophonia adalah kelainan seumur hidup yang tidak dapat disembuhkan, tetapi terdapat beberapa pilihan yang dapat mengurangi gejalanya, seperti:

1. Tinnitus Retraining Therapy (TRT)

TRT melibatkan terapi yang mengajarkan orang untuk mengatasi kebisingan dengan lebih baik. Tinnitus bisa menjadi tanda adanya penyakit tertentu seperti cedera telinga, penurunan kemampuan pendengaran karena bertambahnya usia, atau masalah dengan sirkulasi tubuh.

2. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

CBT adalah jenis terapi lain yang membantu mengubah asosiasi negatif dengan suara pemicu. Terbukti efektif dalam mengurangi gejala.

3. Konseling

Konseling bagi penderita dan keluarga penting karena kondisi ini memengaruhi seluruh keluarga. Tidak ada obat yang dapat mengobati kondisi ini, namun mengelola gaya hidup dengan baik dapat membantu. Latihan rutin, tidur yang cukup, dan mengelola stres berperan dalam perawatan misophonia. Menggunakan penutup telinga dan menciptakan lingkungan yang tenang juga dapat membantu. Perawatan biasanya melibatkan terapi suara oleh audiolog dan konseling suportif.

Referensi:

About The Author

Sindrom Asperger – Tanda dan Gejala

Apakah Wanita dengan Tubuh Mungil Memiliki Vagina Sempit?