Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Kekerasan Seksual: Jenis, Dampak, Penanganan, dan Pencegahan

Myles Bannister

Kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pria, wanita, hingga anak-anak. Tindakan ini juga dapat terjadi di berbagai tempat, seperti sekolah, kampus, tempat kerja, hingga rumah. Simak penjelasan mengenai bentuk dan pencegahannya dalam ulasan berikut.

Apa itu Kekerasan Seksual?

Kekerasan seksual adalah perbuatan yang merendahkan, melecehkan, menghina, dan menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang, yang menyebabkan penderitaan mental dan fisik.

Kekerasan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk istri atau suami, orang tua, pacar, saudara kandung, kerabat dekat, teman, atau bahkan oleh orang yang tidak dikenal.

Perbedaan Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual

Terlepas dari kesan yang sama, definisi kekerasan seksual dan pelecehan seksual di Indonesia berbeda. Kekerasan seksual adalah perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang, atau tindakan lain yang terkait dengan nafsu atau hasrat seksual seseorang, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik. Pelecehan seksual, di sisi lain, adalah tindakan seksual yang dilakukan melalui sentuhan fisik atau nonfisik pada organ seksual atau seksualitas korban.

Tindakan pelecehan seksual termasuk siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.

Pelecehan seksual sendiri adalah salah satu bentuk kekerasan seksual.

Jenis Kekerasan Seksual

Selain pelecehan seksual, kekerasan seksual memiliki beberapa jenis berikut:

  • Perkosaan.
  • Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan.
  • Eksploitasi seksual.
  • Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual.
  • Prostitusi paksa.
  • Perbudakan seksual.
  • Desakan perkawinan, termasuk cerai gantung.
  • Pemaksaan kehamilan.
  • Desakan aborsi.
  • Tekanan untuk melakukan kontrasepsi dan sterilisasi.
  • Penyiksaan seksual.
  • Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual.
  • Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan.
  • Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Penyebab Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual umumnya terjadi karena adanya keinginan pelaku yang didukung oleh kesempatan melancarkan aksinya.

Beberapa penyebab seseorang melakukan tindak kekerasan seksual antara lain:

  • Pernah menjadi korban. Penyintas kekerasan seksual memiliki risiko yang tinggi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual pada orang yang lebih lemah.
  • Menjadi saksi. Seseorang yang pernah menyaksikan kekerasan seksual pada usia anak-anak memilki risiko untuk menjadi pelaku.
  • Hawa nafsu. Seseorang yang tidak mampu menahan hasrat seks dapat melakukan kekerasan seksual.
  • Ketergantungan. Kecanduan minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak sehingga seseorang bisa kehilangan kendali dan melakukan kekerasan seksual.
  • Relasi kuasa. Pelaku yang memiliki otoritas atas korbannya lebih mungkin untuk melakukan kekerasan seksual.
  • Kebiasaan menonton video porno. Sering menonton video yang memuat aktivitas seksual bisa memunculkan fantasi seksual yang berujung pada tindak kekerasan seksual. Seseorang yang memiliki fantasi seksual dan tidak mampu mengendalikannya mungkin menjadi pelaku kekerasan seksual.

Selain faktor-faktor di atas, kombinasi faktor individu hingga hubungan sosial juga berkontribusi terhadap seseorang menjadi pelaku kekerasan seksual. Namun, faktor-faktor ini bukan penyebab langsung, karena tidak semua orang yang memiliki faktor risiko akan menjadi pelaku.

Berikut beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan seksual:

Faktor Individu

  • Menggunakan narkoba atau alkohol.
  • Pernah melakukan tindak kejahatan.
  • Kurang empati.
  • Agresivitas yang tinggi.
  • Inisiasi seksual dini.
  • Fantasi seksual koersif.
  • Paparan seksual yang terlalu eksplisit.
  • Permusuhan terhadap wanita.
  • Hipermaskulinitas.
  • Mengalami tindakan kekerasan seksual sebelumnya.

Faktor Hubungan

  • Kekerasan fisik dan konflik di lingkungan keluarga.
  • Sejarah masa anak-anak dari pelecehan fisik, seksual, atau emosional.
  • Lingkungan keluarga yang tidak mendukung secara emosional.
  • Hubungan orangtua-anak yang buruk, khususnya dengan ayah.
  • Bersama dengan teman sebaya yang agresif secara seksual, hipermaskulin, dan nakal.
  • Keterlibatan dalam hubungan intim yang kasar.

Faktor Komunitas

  • Kemiskinan.
  • Kurangnya peluang kerja.
  • Kurangnya dukungan dari sistem peradilan.
  • Toleransi terhadap tindakan pelecehan seksual.
  • Sanksi masyarakat yang lemah terhadap pelaku.

Faktor Sosial

  • Norma sosial yang mendukung kekerasan seksual dan superioritas pria serta hak seksual.
  • Norma sosial yang mempertahankan inferioritas dan kepatuhan seksual perempuan.
  • Hukum dan kebijakan yang lemah terkait dengan kekerasan seksual dan kesetaraan gender.
  • Tingkat kejahatan yang tinggi dan bentuk kekerasan lainnya.

Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan pelaku kekerasan biasanya adalah orang-orang terdekat mereka.

Orang dewasa yang melakukan kekerasan seksual pada anak, dalam beberapa kasus memiliki ketertarikan seksual pada anak-anak. Namun, ketertarikan seksual tidak membenarkan tindakan pelecehan tersebut.

Pelaku sering kali melakukan pelecehan pada anak untuk mendapatkan kontrol atas tubuh orang lain.

Banyak korban pelecehan seksual berada di bawah usia 18 tahun. Anak-anak yang mengalami pelecehan tidak selalu melaporkannya segera. Hal ini mungkin karena adanya ancaman dari pelaku.

Jika Anda sebagai orang tua bingung apakah anak Anda mengalami kekerasan atau tidak, berikut adalah beberapa tanda-tanda yang mungkin menjadi alasan untuk merasa khawatir:

  • Celana dalam yang sobek atau bernoda.
  • Munculnya infeksi saluran kemih.
  • Mimpi buruk dan kecemasan saat tidur.
  • Mengompol setelah usia yang sesuai.
  • Mudah marah.
  • Menarik diri dari lingkungan.
  • Pengetahuan seksual yang tidak sesuai dengan usia.

Dampak Kekerasan Seksual yang Bisa Dirasakan

Mengalami kekerasan seksual pasti akan mengubah banyak aspek kehidupan penyintas, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.

Beberapa dampak negatif yang bisa dirasakan korban kekerasan seksual antara lain:

1. Infeksi Menular Seksual

Korban kekerasan seksual berisiko untuk mengalami penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang sangat berbahaya.

2. Gangguan Alat Reproduksi

Hubungan seksual yang tidak bersifat saling setuju berisiko menyebabkan gangguan pada organ reproduksi, seperti infeksi vagina, iritasi genital, perdarahan vagina, nyeri saat berhubungan seksual, fibroid, infeksi saluran kemih, dan nyeri panggul kronis.

3. Kehamilan Tidak Diinginkan

Salah satu dampak buruk yang dihadapi oleh wanita yang menjadi korban pemerkosaan adalah kehamilan. Di Indonesia, sering kali korban pemerkosaan dipaksa untuk mempertahankan kehamilan mereka.

4. Gangguan Kesehatan Mental

Kekerasan seksual adalah peristiwa traumatis yang bisa mengguncang kondisi mental korban. Penyintas sering kali merasa jijik terhadap diri sendiri atau merasa tidak memiliki kendali atas tubuhnya.

Kekerasan seksual dapat menyisakan bayangan yang terus-menerus dan dapat muncul dalam mimpi buruk. Hal ini bisa menyebabkan berbagai gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, gangguan kepribadian, post traumatic stress disorder (PTSD), kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang, serta kesulitan membangun hubungan dekat dengan orang lain.

5. Dikucilkan dari Lingkungan Sosial

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang menyalahkan wanita atas tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.

Stigmatisasi dan kesalahpahaman ini membuat wanita yang menjadi korban kekerasan seksual menjadi sasaran hujatan atau dikucilkan dari masyarakat. Bahkan, banyak wanita yang dipaksa untuk menikahi pelaku untuk mengatasi kejadian tersebut, padahal hal ini terjadi karena pria yang tidak dapat mengendalikan nalurinya.

Keadaan ini membuat korban merasa sendirian dan merasa bahwa tidak ada yang memperjuangkan hak-haknya.

6. Muncul Keinginan untuk Bunuh Diri

Trauma akibat kekerasan seksual membuat korban cenderung memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

Pada beberapa kasus, keinginan untuk bunuh diri bisa sangat kuat sehingga korban benar-benar mencoba melakukannya. Kecenderungan ini bisa dialami oleh siapa saja, baik remaja maupun orang dewasa.

7. Gangguan Kognitif

Pengalaman kekerasan seksual sangat sulit untuk dihapus dari ingatan penyintas. Sering kali, pengalaman traumatis ini menyebabkan mimpi buruk atau fantasi yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Keadaan ini dapat menyebabkan perubahan fisik, kesulitan belajar, gangguan makan, dan bahkan mendorong penggunaan obat-obatan terlarang.

Cara Memberikan Dukungan pada Korban Kekerasan Seksual

Jika ada anggota keluarga atau teman yang mengalami kekerasan seksual, berikut adalah beberapa langkah yang bisa Anda lakukan:

  • Jangan menghakimi atau menyalahkan korban. Serangan seksual tidak akan pernah menjadi kesalahan korban.
  • Dengarkan cerita korban, tetapi jangan meminta detail kejadian tersebut. Juga, hindari bertanya mengapa korban tidak menghentikan tindak kekerasan, karena hal itu dapat membuat korban merasa disalahkan.
  • Tawarkan dukungan praktis seperti pergi bersama korban jika dibutuhkan

    About The Author

10 Manfaat Tembaga untuk Kesehatan Tubuh, Bisa Cegah Penuaan Kulit?

4 Manfaat Mandi Susu, Bisa Buat Sendiri di Rumah!