Hyperacusis atau hiperakusis, adalah gangguan pendengaran yang membuat seseorang terlalu peka pada suara. Ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada penderitanya. Selengkapnya ketahui gejala, penyebab, cara mengatasi, dan lainnya berikut ini!
Apa Itu Hiperakusis?
Hiperakusis adalah pendengaran yang terlalu peka terhadap suara atau kebisingan. Gangguan pendengaran ini ditandai dengan suara tertentu sangat keras meskipun orang lain tampak tidak menyadarinya. Bahkan suara sendiri terkadang terdengar terlalu keras bagi Anda.
Hiperakusis tergolong langka, yang memengaruhi 1 dari 50.000 orang. Sebagian besar orang yang memilikinya juga mengalami kondisi lain yang disebut tinnitus, yaitu dengungan atau dering di telinga.
Tanda dan Gejala Hiperakusis
Gangguan pendengaran ini menimbulkan gejala yang berbeda pada setiap orang. Gejalanya berkisar dari ringan hingga berat.
Berikut ini gejala hyperacusis yang ringan:
- Suara biasa tampak terlalu keras.
- Suara Anda sendiri terdengar terlalu keras.
- Sakit kepala.
- Kesulitan berkonsentrasi
- Ketidaknyamanan di telinga.
Gejala hyperacusis yang berat, meliputi:
- Sakit ketika mendengar suara yang muncul secara tiba-tiba.
- Sensasi letupan di telinga ketika mendengar suara keras.
- Ketakutan terhadap situasi sosial.
- Kecemasan.
- Kurang tidur.
- Kelelahan.
- Menangis atau menjerit pada anak-anak.
Hyperacusis juga terkait dengan kondisi seperti berikut:
- Tinnitus.
- Suara yang rendah.
- Kelumpuhan di wajah.
- Williams syndrome.
- Kecemasan.
- Depresi.
- Skizofrenia.
Penyebab Hiperakusis
Telinga seseorang mendeteksi suara sebagai getaran. Jika memiliki hyperacusis, otak mengganggu atau melebih-lebihkan getaran tertentu. Jadi, bahkan jika mendapatkan sinyal yang sama dengan orang lain, otak merespons secara berbeda terhadapnya. Itulah yang menjadi penyebab ketidaknyamanan.
Biasanya orang tidak dilahirkan dengan kepekaan berlebihan terhadap suara. Hal ini biasanya akibat dari penyakit atau masalah kesehatan tertentu.
Berikut ini kemungkinan penyebab hiperakusis:
- Paparan kebisingan yang tinggi. Suara yang keras adalah penyebab utama hyperacusis. Paparan dapat terjadi seiring waktu, seperti memutar musik keras selama bertahun-tahun atau satu kejadian, seperti mendengar suara tembakan.
- Cedera kepala. Cedera yang terjadi di kepala, rahang, atau telinga dapat menyebabkan hyperacusis. Salah satu contohnya terkena airbag di dalam mobil ketika kecelakaan.
- Infeksi virus. Infeksi yang terjadi pada saraf wajah atau telinga bagian dalam dapat menyebabkan kepekaan berlebih terhadap kebisingan.
- Beberapa obat. Obat-obatan tertentu seperti beberapa obat kanker, dapat menyebabkan kerusakan pada telinga dan hyperacusis.
- Operasi rahang atau wajah. Telinga bagian dalam atau saraf wajah mengalami kerusakan selama prosedur operasi dapat menyebabkan hyperacusis.
- Autisme. Autisme atau kondisi spektrum autisme bisa menyebabkan kepekaan pendengaran, termasuk hyperacusis. Menurut penelitian di tahun 2015, sekitar 40 persen anak autis juga mengalami kondisi ini.
- Gangguan autoimun. Kepekaan yang berlebihan terhadap suara dapat disebabkan oleh kondisi autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik.
- Stres emosional. Kadar stres yang tinggi, seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD), dapat meningkatkan risiko kepekaan berlebih pada kebisingan.
- Temporomandibular joint disorder. Ini adalah kondisi yang memengaruhi sendi rahang dan otot serta ligamen di sekitarnya. Kondisi ini disebabkan oleh trauma, gigitan yang tidak tepat, radang sendi, atau keausan. Masalah dengan sendi ini dapat meningkatkan risiko masalah pendengaran, seperti hyperacusis.
Cara Mengobati Hiperakusis
Perawatannya tergantung pada penyebabnya. Tujuannya perawatan biasanya untuk mengelola gejala dan mengurangi sensitivitas pendengaran. Perawatan untuk anak-anak dan orang dewasa biasanya dengan metode yang sama, kecuali operasi.
Berikut ini beberapa cara mengobati hiperakusis:
1. Terapi perilaku kognitif (CBT)
Dalam terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT), seorang profesional kesehatan mental akan mengajari pasien tentang cara mengelola respons emosional terhadap suara. CBT juga membantu mengelola penyebab psikologis hyperacusis, seperti stres.
2. Terapi pelatihan ulang tinnitus
Terapi pelatihan ulang tinnitus atau tinnitus retraining therapy (TRT), adalah pengobatan tinnitus yang juga bisa membantu hyperacusis.
TRT dapat menggunakan perangkat yang mirip dengan alat bantu dengar. Lat ini menciptakan suara berintensitas rendah, yang memungkinkan otak mendengar suara bising dan tinnitus. Seiring waktu, alat ini membantu otak mengurangi penekanan pada tinnitus.
Perawatan ini juga dapat digunakan untuk hyperacusis, karena bisa membantu mengurangi sensitivitas pendengaran.
3. Pengobatan alternatif
Dokter mungkin juga dapat menganjurkan pengobatan alternatif untuk mengontrol rasa sakit dan stres akibat hyperacusis. Perawatannya mencakup olahraga, yoga, pijat, meditasi, dan akupunktur.
4. Desensitisasi suara
Ketika desensitisasi suara, pasien mendengarkan suara statis yang lembut untuk waktu yang ditentukan setiap hari. Metode ini membutuhkan bantuan spesialis pendengaran.
Pengobatan ini secara bertahap bisa meningkatkan toleransi terhadap suara. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan lebih untuk mendapatkan hasilnya.
5. Operasi
Jika perawatan dengan terapi atau perawatan alternatif tidak efektif untuk Anda, hyperacusis mungkin memerlukan operasi yang disebut ‘penguatan jendela bulat dan oval.’
Selama prosedur operasi, jaringan di belakang telinga dipindahkan ke sekitar tulang pendengaran. Metode ini mendukung tulang dan mengurangi kepekaan berlebihan terhadap suara.
Cara Mencegah Hiperakusis
Untuk mencegah gangguan pendengaran ini dan masalah pendengaran lainnya, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan melindungi pendengaran.
Berikut ini beberapa langkah pencegahan hyperacusis:
- Mendengarkan musik dengan volume yang lebih rendah untuk waktu yang lebih singkat.
- Mengenakan pelindung telinga, misalnya ketika berada di konser atau di tempat kerja yang bising jika diperlukan
- Menyadari bahwa paparan suara yang terlalu lama di atas 85 desibel dapat merusak pendengaran.