Anda khawatir akan penampilan di situasi sosial dan sering memeriksa penampilan di kaca? Ini bisa menjadi gangguan dismorfik tubuh! Kenali lebih lanjut tentang kondisi ini melalui ulasan berikut!
Apa Itu Gangguan Dismorfik Tubuh?
Gangguan dismorfik tubuh atau body dysmorphic disorder (BDD) adalah gangguan mental yang menyebabkan penderitanya merasa terlalu khawatir tentang penampilan mereka.
Hal-hal yang mereka anggap sebagai “kekurangan” nyaris tidak tampak dan sulit untuk disadari oleh orang lain.
Perasaan cemas yang berlebihan membuat orang dengan gangguan ini sering menghindari keramaian, yang kemudian berdampak pada kehidupan sosial mereka.
Gejala yang Muncul Akibat Gangguan Dismorfik Tubuh
Gangguan dismorfik tubuh ditandai dengan gejala-gejala berikut:
1. Rasa Cemas Berlebihan
Penderita gangguan dismorfik tubuh merasa sangat cemas tentang bagian tubuh atau wajah tertentu.
Mereka umumnya khawatir tentang rambut, ukuran dada, warna kulit, dan lain sebagainya.
Problematika wajah yang sering menjadi perhatian meliputi jerawat, kerutan, hidung, dan lainnya.
2. Berusaha Tampil Maksimal
Penderita seringkali menghabiskan banyak waktu untuk berdandan, menggunakan riasan, atau memilih pakaian ketika hendak pergi.
Mereka ingin terlihat sempurna dan cenderung perfeksionis.
3. Sering Bercermin atau Menghindarinya
Rutin melihat penampilan di kaca berulang-ulang adalah tanda yang dapat terlihat pada orang dengan gangguan dismorfik tubuh.
Biasanya, mereka fokus pada kekurangan yang mereka miliki, seperti lipatan lemak di perut atau jerawat di wajah.
Di sisi lain, penderita juga bisa menghindari bercermin secara keseluruhan jika kondisinya sudah sangat parah.
4. Haus akan Validasi Orang Lain
Penderita seringkali mencari pengakuan dari orang lain. Bahkan, mereka percaya jika orang lain menganggap rendah dirinya.
5. Membandingkan Penampilan dengan Orang Lain
Orang dengan gangguan dismorfik tubuh cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain, terutama dalam hal penampilan, karena merasa rendah diri.
6. Membatasi Interaksi Sosial
Orang dengan gangguan dismorfik tubuh seringkali membatasi interaksi dengan orang lain karena merasa tidak percaya diri terhadap penampilan mereka.
7. Tidak Pernah Merasa Puas
Mereka ingin selalu tampil sempurna tanpa ada kekurangan apapun. Mereka sering berbelanja kosmetik untuk menyamarkan noda hitam atau jerawat pada wajah. Namun, mereka tidak pernah merasa puas.
Kapan Harus Memeriksakan ke Dokter?
Gangguan dismorfik tubuh akan memengaruhi kehidupan seseorang, baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun hubungan percintaan.
Orang dengan gangguan ini terus-menerus merasa kurang dengan penampilan mereka. Banyak yang mencari cara instan guna memperbaiki kekurangan yang mereka anggap.
Contohnya, seseorang yang memiliki body dysmorphic disorder merasa tidak puas dengan hidung yang pesek, sehingga memilih melakukan operasi plastik untuk membuat hidung terlihat lebih mancung.
Tindakan operasi plastik bisa dilakukan berulang kali demi mendapatkan kepuasan diri. Hal ini mengganggu kehidupan sehari-hari.
Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan dismorfik tubuh dapat menyebabkan depresi, perilaku menyakiti diri sendiri, bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Apa yang Menyebabkan Gangguan Dismorfik Tubuh?
Gangguan dismorfik tubuh dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, dan bersifat kronis (terjadi dalam jangka panjang).
BDD seringkali dimulai pada masa transisi dari anak ke dewasa ketika seseorang mulai membandingkan dirinya dengan orang lain.
Penyebab pasti dari gangguan dismorfik tubuh masih belum diketahui. Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya BDD, antara lain:
- Rendahnya self-esteem.
- Riwayat keluarga dengan gangguan serupa.
- Pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti bullying atau kekerasan.
- Adanya gangguan mental lain, seperti depresi, kecemasan, atau gangguan obsesif kompulsif (OCD).
- Tekanan dari lingkungan yang menuntut kesempurnaan.
Jika tidak ditangani secara profesional, gangguan ini dapat memburuk seiring bertambahnya usia seseorang.
Orang dengan BDD akan merasa tidak senang saat mengalami perubahan yang terkait dengan perubahan usia, seperti munculnya uban, garis halus dan kerutan pada wajah, dan perubahan fisik lainnya.
Penanganan Gangguan Dismorfik Tubuh
Dengan penanganan yang tepat, penderita BDD dapat sembuh. Terdapat dua pilihan pengobatan yang umum, yaitu terapi dan penggunaan obat oral.
Jika gejala yang muncul ringan, penggunaan cognitive behavioral therapy (CBT) dapat dilakukan.
Orang dengan gejala sedang dapat memilih CBT atau penggunaan obat antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).
Kedua jenis terapi perlu dilakukan ketika gejala BDD sudah masuk dalam kategori parah.
Berikut adalah rincian mengenai terapi gangguan dismorfik tubuh yang penting untuk diketahui:
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Terapi CBT dapat dilakukan secara individu atau kelompok.
Terapi ini bertujuan untuk membantu penderita BDD mengelola gejala dengan mengubah perilaku dan tindakan mereka.
Dengan demikian, orang dengan gangguan ini akan mengenali gejala dan tahu cara mengatasi mereka. CBT umumnya melibatkan exposure and response prevention (ERP).
2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRIs adalah jenis obat antidepresan yang digunakan dalam pengobatan gangguan dismorfik tubuh. Terdapat beberapa jenis obat antidepresan ini, namun fluoxetine adalah yang paling umum digunakan untuk BDD.
Pengobatan dengan SSRIs membutuhkan waktu sekitar 12 minggu atau 3 bulan untuk memperoleh hasil yang efektif. Jika terbukti efektif, penderita akan disarankan untuk melanjutkan pengobatan selama beberapa bulan untuk mengontrol gejala.
Penggunaan obat antidepresan ini dapat menyebabkan efek samping pada beberapa orang, seperti konstipasi atau diare, mulut kering, pusing, sakit kepala, kecemasan, gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan dan berat badan, penglihatan kabur, insomnia, dan disfungsi ereksi pada pria.
Jika Anda mengalami gejala gangguan dismorfik tubuh, segera periksakan diri ke psikolog atau psikiater agar penanganan dapat dilakukan sejak dini.
Referensi
- Cambridge Org. 2018. Body Dysmorphic Disorder: A Survey of Fifty Cases. The British Journal of Psychiatry, Volume 169, Issue 2, August 1996, pp. 196-201. DOI: https://doi.org/10.1192/bjp.169.2.196. https://www.cambridge.org/core/journals/the-british-journal-of-psychiatry/article/abs/body-dysmorphic-disorder/B73B2D336803DD391F9988EB47376493 (Diakses pada 10 Februari 2022).
- Cleveland Clinic. 2020. Body Dysmorphic Disorder. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9888-body-dysmorphic-disorder (Diakses pada 10 Februari 2022).
- NHS. 2020. Body dysmorphic disorder (BDD). https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/body-dysmorphia/ (Diakses pada 10 Februari 2022).
- NHS. 2021. Side effects – Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). https://www.nhs.uk/mental-health/talking-therapies-medicine-treatments/medicines-and-psychiatry/ssri-antidepressants/side-effects/ (Diakses pada 10 Februari 2022).
- Mayo Clinic. 2019. Body Dysmorphic Disorder. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/body-dysmorphic-disorder/symptoms-causes/syc-20353938 (Diakses pada 10 Februari 2022).
- Mind Org. 2019. Body dysmorphic disorder (BDD). https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/body-dysmorphic-disorder-bdd/causes/ (Diakses pada 10 Februari 2022).