Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Distonia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Myles Bannister

Distonia adalah kelainan gerakan otot-otot tubuh yang tidak terkontrol. Kontraksi otot menyebabkan tubuh memuntir, gerak berulang, atau postur yang tidak normal. Mari simak penjelasan lengkap mengenai gejala, penyebab, dan cara mengatasi distonia di bawah ini.

Apa Itu Distonia?

Distonia adalah gangguan gerakan otot yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan gerakan berulang atau memutar. Kondisi ini bisa mempengaruhi bagian tubuh tertentu (focal dystonia), beberapa bagian yang berdekatan (segmental dystonia), atau seluruh tubuh (general dystonia). Tingkat keparahan kondisi ini bisa bervariasi.

Gejala Distonia

Gejala distonia bisa beragam, mulai dari ringan hingga berat. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh dan sering berkembang dalam beberapa tahap. Beberapa gejala awal meliputi:

  • Kaki lunglai
  • Kram kaki
  • Penarikan leher tanpa disadari
  • Berkedip tak terkendali
  • Kesulitan bicara

Stres atau kelelahan juga dapat memicu atau memperburuk gejala distonia. Penderita sering mengeluh nyeri dan kelelahan akibat kontraksi otot yang terus-menerus.

Jika distonia terjadi pada anak-anak, gejalanya biasanya pertama kali muncul di kaki atau tangan. Namun, gejala dapat dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Pada remaja, laju perkembangan gejala cenderung melambat.

Sedangkan jika distonia muncul pada masa dewasa, biasanya dimulai di bagian atas tubuh. Kemudian, gejala berkembang lambat dan hanya mempengaruhi satu atau dua bagian tubuh yang berdekatan.

Waktu yang Tepat untuk ke Dokter

Segera konsultasikan dengan dokter jika Anda mengalami kontraksi otot yang tidak disengaja.

Penyebab Distonia

Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab yang spesifik. Kondisi ini mungkin terkait dengan masalah pada ganglia basal di otak. Ganglia basal adalah wilayah otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan kontraksi otot. Gangguan pada ganglia basal mengganggu komunikasi sel saraf di berbagai area otak. Ganglia basal dapat rusak akibat:

  • Trauma otak
  • Stroke
  • Tumor
  • Kekurangan oksigen
  • Infeksi
  • Reaksi terhadap obat
  • Keracunan timbal atau karbon monoksida

Selain itu, ada juga distonia idiopatik atau primer yang sering diwariskan. Beberapa orang yang menjadi pembawa gen distonia mungkin tidak pernah mengalami gejala. Gejala distonia juga dapat bervariasi di antara anggota keluarga.

Faktor Risiko

Meskipun penyebab distonia belum diketahui secara pasti, terdapat faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risiko terkena gangguan ini, antara lain:

  • Faktor genetik
  • Cedera otak atau sistem saraf
  • Stroke
  • Penggunaan obat-obatan tertentu (seperti neuroleptik)
  • Infeksi (virus, bakteri, atau jamur)
  • Keracunan (seperti timbal)
  • Gerakan tangan yang presisi (misalnya musisi, seniman, atau insinyur)

Diagnosis Distonia

Diagnosis distonia biasanya dimulai dengan mengetahui riwayat medis dan melakukan pemeriksaan fisik. Untuk menentukan penyebab dasar kondisi ini, dokter mungkin juga akan merekomendasikan:

  • Pemeriksaan darah atau urine. Tes ini dapat mengungkapkan tanda-tanda racun atau kondisi lainnya.
  • Pemindaian MRI atau CT scan. Pemeriksaan pencitraan ini dapat mengidentifikasi kelainan otak seperti tumor, lesi, atau bukti stroke.
  • Elektromiografi (EMG). Tes ini digunakan untuk mengukur aktivitas listrik di dalam otot.
  • Pemeriksaan genetik. Beberapa bentuk distonia terkait dengan gen tertentu. Mengetahui apakah gen tertentu terkait dengan kondisi ini dapat membantu dalam pengobatan yang tepat.

Jenis-jenis Distonia

Distonia dapat diklasifikasikan berdasarkan bagian tubuh yang terkena:

  • Generalized dystonia mempengaruhi sebagian besar atau seluruh tubuh.
  • Focal dystonia hanya mempengaruhi bagian tubuh tertentu.
  • Multifocal dystonia mempengaruhi lebih dari satu bagian tubuh yang tidak terkait.
  • Segmental dystonia melibatkan bagian tubuh yang berdekatan.
  • Hemidystonia mempengaruhi lengan dan kaki pada sisi tubuh yang sama.

Selain itu, distonia juga dapat diklasifikasikan sebagai sindrom berdasarkan polanya:

  • Blepharospasm adalah jenis distonia yang memengaruhi mata. Biasanya dimulai dengan berkedip tak terkendali. Kondisi ini awalnya hanya mempengaruhi satu mata, namun bisa melibatkan kedua mata. Kontraksi menyebabkan kelopak mata tidak sengaja menutup. Terkadang, kondisi ini dapat menyebabkan kelopak mata tetap tertutup secara permanen, membuat penglihatan normal tidak terpakai.
  • Cervical dystonia atau tortikolis adalah jenis distonia yang paling umum. Kondisi ini umumnya terjadi pada usia pertengahan. Namun, distonia ini juga dapat terjadi pada semua usia. Kondisi ini mempengaruhi otot leher sehingga menyebabkan kepala tidak sengaja berputar, menoleh, atau miring.
  • Cranial dystonia mempengaruhi otot kepala, wajah, dan leher.
  • Oromandibular dystonia menyebabkan kejang pada rahang, bibir, dan otot lidah. Kondisi ini dapat menyebabkan masalah bicara dan menelan.
  • Spasmodic dystonia mempengaruhi otot tenggorokan yang berperan dalam bicara.
  • Tardive dystonia disebabkan oleh reaksi terhadap obat. Gejalanya umumnya bersifat sementara dan dapat diobati dengan pengobatan.
  • Paroxysmal dystonia bersifat episodik. Gejala hanya terjadi saat serangan, bukan pada waktu lain.
  • Torsion dystonia adalah kelainan yang sangat jarang terjadi. Kondisi ini mempengaruhi seluruh tubuh. Gejala umumnya muncul pada masa kanak-kanak dan semakin memburuk seiring bertambahnya usia. Dystonia ini bisa diwariskan melalui mutasi pada gen DYT1.
  • Writer cramp adalah jenis distonia yang hanya terjadi saat menulis. Kondisi ini mempengaruhi otot tangan atau lengan bawah.

Pengobatan Distonia

Meskipun distonia tidak bisa disembuhkan, ada beberapa langkah yang dapat direkomendasikan dokter untuk mengontrol kontraksi otot, seperti penggunaan obat-obatan, terapi, atau operasi.

1. Obat-Obatan

Suntikan botulinum toxin pada otot tertentu dapat mengurangi atau menghilangkan kontraksi otot, serta memperbaiki postur yang tidak normal. Suntikan ini biasanya perlu diulang setiap tiga hingga empat bulan. Efek samping yang mungkin terjadi seperti kelemahan otot, mulut kering, atau perubahan suara, namun efek tersebut hanya bersifat sementara.

Obat-obatan lain yang digunakan untuk mengatur senyawa kimia di otak yang mempengaruhi pergerakan otot meliputi:

  • Carbidopa-levodopa, obat ini dapat meningkatkan kadar neurotransmitter dopamin.
  • Trihexyphenidyl dan benztropine, dua obat ini bekerja pada neurotransmitter selain dopamin. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain kehilangan ingatan, penglihatan kabur, kantuk, mulut kering, dan sembelit.
  • Tetrabenazine dan deutetrabenazine, dua obat ini memblokir dopamin. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain kelelahan, kegelisahan, depresi, atau sulit tidur.
  • Diazepam, clonazepam, dan baclofen, obat-obatan ini mengurangi neurotransmitter dan membantu mengatasi beberapa jenis distonia. Efek samping yang ditimbulkan termasuk rasa kantuk.

2. Terapi

Terapi fisik atau terapi okupasi dapat membantu meringankan gejala dan meningkatkan fungsi. Jika distonia memengaruhi suara, terapi bicara mungkin diperlukan. Jika kondisi ini menyebabkan nyeri otot, pijatan atau peregangan bisa dilakukan.

3. Operasi

Jika distonia menunjukkan gejala yang parah, beberapa langkah pembedahan yang mungkin direkomendasikan adalah deep brain stimulation atau selective denervation surgery.

  • Deep brain stimulation melibatkan penanaman elektroda pada area tertentu di dalam otak yang terhubung ke generator yang ditanam di dada pasien. Generator tersebut mengirimkan sinyal listrik ke otak untuk membantu mengendalikan kontraksi otot.
  • Selective denervation surgery melibatkan pemutusan saraf yang bertanggung jawab atas kejang otot. Prosedur ini mungkin merupakan pilihan pengobatan untuk beberapa jenis distonia yang tidak merespons terapi lainnya.

Komplikasi Distonia

Distonia dapat menyebabkan komplikasi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:

  • Cacat fisik yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
  • Gangguan penglihatan yang mempengaruhi kelopak mata.
  • Gangguan pada gerakan rahang, yang mengakibatkan kesulitan menelan atau berbicara.
  • Nyeri dan kelelahan akibat kontraksi otot yang terus-menerus.
  • Depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

Pencegahan Distonia

Distonia tidak dapat dicegah. Namun, pengujian genetik atau tes DNA mungkin dapat mengungkapkan adanya cacat genetik yang dapat menyebabkan kondisi ini. Konsultasikan dengan ahli genetika untuk memutuskan apakah pengujian genetik dianjurkan untuk Anda dan keluarga.

Referensi

  1. Anonim. (s.d.). Dystonia. Diakses pada 8 Juni 2020 dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dystonia/symptoms-causes/syc-20350480
  2. Anonim. (s.d.). Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. Diakses pada 8 Juni 2020 dari https://www.webmd.com/brain/dystonia-causes-types-symptoms-and-treatments#1
  3. Anonim. (s.d.). Dystonia. Diakses pada 8 Juni 2020 dari https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=134&contentid=31

About The Author

12 Kegunaan Tepung Maizena yang Jarang Disadari

Perkembangan Janin di Usia Kehamilan 39 Minggu