Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Difteri Pada Anak

Myles Bannister

Difteri adalah penyakit menular yang disebarkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria dan menyebabkan infeksi hidung dan tenggorokan. Menurut data dari WHO tahun 2016, terdapat sekitar 7.100 laporan kasus difteri di Amerika Serikat. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 15 ribu kasus difteri setiap tahun.

Apa Itu Difteri Pada Anak?

Difteri adalah infeksi bakteri serius yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Tanda paling umum dari difteri adalah lapisan berwarna abu-abu yang tebal di sekitar amandel dan tenggorokan. Risiko terkena difteri lebih tinggi pada anak-anak di bawah 15 tahun.

Difteri menyebabkan sakit tenggorokan, kesulitan bernafas, pembengkakan kelenjar, demam, dan kelelahan. Pada tahap lanjut, bakteri difteri dapat merusak jantung, ginjal, sistem saraf, dan bisa berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan tepat.

Difteri juga merupakan penyakit menular yang dapat menular saat seseorang tidak sengaja menghirup udara dari air liur penderita difteri lainnya. Untuk mencegah infeksi difteri, vaksin difteri harus diberikan.

Faktor Risiko Difteri

Berikut ini adalah daftar faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terkena difteri:

  • Tidak mendapatkan vaksin difteri terbaru, baik di anak-anak maupun dewasa.
  • Tinggal di lingkungan yang padat dan tidak sehat.
  • Tinggal di wilayah endemik difteri.

Penyakit difteri paling umum terjadi di negara-negara berkembang yang tidak mendistribusikan vaksin difteri dengan baik. Sedangkan, kasus difteri jarang terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Penyebab Difteri Pada Anak

Penyebab utama difteri pada anak adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae, dengan cara penularan sebagai berikut:

Paparan Udara

Bakteri Corynebacterium diphtheriae bisa menyebar melalui udara saat penderita difteri bersin atau batuk. Orang yang tidak sengaja menghirup udaranya bisa terinfeksi difteri dari penderita difteri.

Barang-Barang yang Terkontaminasi Bakteri

Difteri juga bisa menular melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang digunakan oleh penderita difteri, seperti minum dari gelas orang yang terinfeksi tanpa mencucinya terlebih dulu, menggunakan handuk atau peralatan rumah tangga lainnya.

Anda juga berisiko terkena difteri jika menyentuh luka yang terinfeksi. Inkubasi difteri dapat terjadi selama enam minggu tanpa gejala.

Gejala Difteri pada Anak

Gejala difteri umumnya tidak dirasakan oleh penderita, tetapi timbul dalam dua hingga lima hari setelah terinfeksi bakteri. Berikut adalah gejala difteri:

  • Terdapat lapisan abu-abu yang tebal di amandel dan tenggorokan.
  • Sakit tenggorokan.
  • Suara serak.
  • Pembengkakan kelenjar.
  • Gangguan pernapasan.
  • Masalah hidung.
  • Demam.
  • Menggigil.
  • Tidak enak badan.

Gejala difteri pada anak sering tidak terdeteksi dan hanya menyebabkan penyakit ringan, sehingga penderita tidak sadar akan penyebaran infeksi difteri.

Diagnosis Difteri Pada Anak

Dokter akan melakukan tes laboratorium dari selaput tenggorokan atau sampel jaringan luka yang terinfeksi untuk memastikan adanya pertumbuhan bakteri Corynebacterium diphtheriae.

Tes dilakukan di laboratorium karena bakteri Corynebacterium diphtheriae memerlukan kondisi pertumbuhan yang spesifik agar dapat terdeteksi. Setelah hasil tes keluar, dokter akan mendiagnosa infeksi difteri dan memberikan perawatan yang sesuai.

Komplikasi Difteri

Berikut ini adalah komplikasi difteri yang mungkin terjadi jika penderita tidak mendapatkan pengobatan yang tepat:

1. Masalah Pernapasan

Bakteri Corynebacterium diphtheriae akan memproduksi racun yang menghasilkan lapisan keras berwarna abu-abu di hidung dan tenggorokan. Lapisan tersebut terdiri dari bakteri, sel-sel mati, dan zat berbahaya lainnya yang dapat mengganggu saluran pernapasan.

2. Kerusakan Jantung

Racun yang diproduksi oleh Corynebacterium diphtheriae dapat menyebar ke dalam aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh, seperti peradangan otot jantung. Risiko gagal jantung kongestif dan kematian mendadak juga dapat terjadi pada tahap lanjut difteri.

3. Kerusakan Saraf

Selain gangguan pernapasan, racun yang dihasilkan oleh Corynebacterium diphtheriae dapat merusak saraf yang mengendalikan otot pernapasan. Pada tahap lanjut, difteri dapat menyebabkan kelumpuhan.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika Anda mengalami gejala difteri yang telah disebutkan sebelumnya, segera konsultasikan dengan dokter. Terutama jika Anda memiliki kontak dengan penderita difteri atau termasuk dalam faktor risiko tinggi terkena difteri.

Cara Mengobati Difteri pada Anak

Setelah berkonsultasi dengan dokter, Anda akan diberikan perawatan dan pengobatan yang sesuai untuk mengatasi difteri sesuai dengan kondisi Anda.

Berikut adalah cara mengobati difteri pada anak:

1. Antitoksin

Pengobatan utama untuk mengatasi difteri pada anak adalah dengan pemberian antitoksin. Antitoksin digunakan untuk menetralkan racun difteri dalam tubuh dan mencegahnya menyebar ke jaringan tubuh lainnya.

Dosis antitoksin akan diberikan secara bertahap, dimulai dari dosis terendah untuk melihat kondisi pasien dan efektivitas antitoksin tersebut.

2. Antibiotik

Difteri pada anak juga dapat diatasi dengan antibiotik. Antibiotik digunakan untuk menghentikan penyebaran dan membunuh bakteri Corynebacterium diphtheriae, serta menyembuhkan infeksi terkait.

Antibiotik yang digunakan untuk mengatasi difteri adalah penisilin atau eritromisin, dengan dosis yang disesuaikan dengan tingkat keparahan infeksi dan kondisi pasien. Selain itu, perawatan intensif di rumah sakit juga diperlukan untuk mencegah penyebaran difteri kepada orang lain.

Cara Mencegah Difteri pada Anak

Untuk mencegah difteri yang merupakan infeksi berbahaya, disarankan untuk memberikan vaksin difteri yang dikenal sebagai vaksin DTaP. Vaksin DTaP umumnya diberikan bersamaan dengan vaksin pertusis dan tetanus.

Vaksin DTaP direkomendasikan untuk diberikan pada anak dalam kelompok usia berikut:

  • 2 bulan
  • 4 bulan
  • 6 bulan
  • 15 hingga 18 bulan
  • 4 hingga 6 tahun

Vaksin DTaP hanya efektif selama 10 tahun, jadi anak perlu mendapatkan vaksin lagi pada usia 12 tahun jika vaksin pertama diberikan sebelum usia 1 tahun. Orang dewasa disarankan untuk mendapatkan suntikan booster difteri-tetanus-pertussis setiap 10 tahun untuk mencegah difteri.

Selain itu, cara mencegah difteri dan penyakit lainnya adalah dengan menjalani gaya hidup sehat dan menjaga kebersihan diri agar sistem kekebalan tubuh tetap kuat. Itulah informasi tentang difteri pada anak, termasuk gejala, penyebab, cara mengatasi, dan lain-lain. Semoga informasi kesehatan ini bermanfaat bagi Anda.

Referensi

  1. CDC. 2019. Diphtheria. https://www.cdc.gov/diphtheria/index.html. (Diakses pada 12 Desember 2019).
  2. MayoClinic. 2019. Diphtheria. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diphtheria/symptoms-causes/syc-20351897. (Diakses pada 12 Desember 2019).
  3. Wint, Carmella. 2018. Diphtheria. https://www.healthline.com/health/diphtheria. (Diakses pada 12 Desember 2019).

About The Author

15 Buah Penurun Kolesterol yang Bisa Anda Coba

Protocort: Fungsi, Dosis, Efek Samping, dll