Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Diabetes Insipidus: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Myles Bannister

Diabetes insipidus adalah kondisi langka yang menyebabkan penderitanya merasa haus dan ingin buang air kecil. Kenali lebih jauh mengenai penyakit ini, mulai dari gejala hingga pengobatannya dalam ulasan berikut.

Apa itu Diabetes Insipidus?

Diabetes insipidus adalah kondisi di mana ginjal tidak dapat menyimpan cairan sebagaimana mestinya. Kondisi ini bisa membuat seseorang merasa haus berlebihan dan sering buang air kecil.

Meski memiliki nama yang hampir serupa, diabetes insipidus tidak ada hubungannya dengan diabetes melitus. Pada penderita diabetes melitus, ada masalah pada hormon insulin, sedangkan pada penderita diabetes insipidus tubuh terganggu oleh hormon yang dikenal dengan hormon antidiuretik (ADH atau vasopresin).

Kondisi tersebut menyebabkan pengidap diabetes insipidus sering buang air kecil, bahkan hingga 20 liter setiap harinya. Orang dewasa yang sehat normalnya hanya buang air kecil antara 1-3 liter per hari.

Gejala Diabetes Insipidus

Ada dua gejala utama dari kondisi ini, yaitu:

  • Polidipsia: Rasa haus yang berlebihan sehingga penderita ingin minum dalam batas yang tidak wajar.
  • Poliuria: Produksi urine berlebihan di dalam tubuh yang mengakibatkan keinginan untuk buang air kecil yang berlebihan.

Sementara itu, diabetes insipidus pada anak-anak juga bisa menyebabkan gejala-gejala berikut:

  • Rasa haus yang berlebihan.
  • Rewel dan mudah marah.
  • Dehidrasi.
  • Mengompol atau mengeluarkan urine secara berlebihan.
  • Kulit kering.
  • Demam tinggi.
  • Gangguan tumbuh kembang.

Pada orang dewasa, gejala-gejala yang telah disebutkan di atas juga dapat terjadi. Selain itu, ada beberapa tanda lainnya, antara lain:

  • Pusing.
  • Kebingungan.
  • Lesu.
  • Dehidrasi berat yang mengarah pada kejang dan kerusakan otak.

Apabila kondisi sudah parah dan tidak ditangani, dapat menyebabkan kematian.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera kunjungi dokter jika Anda merasa haus terus-menerus. Meskipun penyebabnya belum tentu diabetes insipidus, kondisi ini perlu ditangani.

Pemeriksaan juga harus segera dilakukan apabila Anda buang air kecil lebih banyak dan lebih sering daripada biasanya, atau Anda selalu merasa harus buang air kecil meskipun urine yang dikeluarkan sedikit.

Hal tersebut juga berlaku pada anak-anak. Meskipun mereka memiliki kandung kemih yang lebih kecil sehingga sering buang air kecil, konsultasikanlah kepada dokter jika frekuensi berkemihnya melebihi 10 kali dalam sehari.

Penyebab Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus terjadi ketika hormon vasopresin (AVP) atau hormon antidiuretik (ADH) terganggu. Hormon ini berperan penting dalam mengatur jumlah cairan di dalam tubuh.

Kelenjar hipofisis akan mengeluarkan AVP ketika jumlah cairan di dalam tubuh sangat sedikit. Hormon ini membantu mempertahankan cairan di dalam tubuh dengan mengurangi jumlah air yang keluar melalui ginjal. Kondisi ini mengakibatkan ginjal menghasilkan urine yang lebih pekat.

Pada penderita diabetes insipidus, tubuh tidak menghasilkan hormon AVP dalam jumlah yang cukup. Akibatnya, ginjal tidak menghasilkan urine yang pekat, sehingga tubuh menjadi terlalu banyak mengeluarkan cairan.

Pada kasus yang jarang terjadi, ginjal tidak dapat menggunakan hormon AVP dengan baik. Kondisi ini dikenal sebagai diabetes insipidus nefrogenik.

Diagnosis Diabetes Insipidus

Sebelum menentukan diagnosis, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dialami. Setelah itu, beberapa tes pendukung dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan pendukung tersebut meliputi:

1. Tes Gravitas Urine

Sampel urine akan diuji untuk mengetahui konsentrasi garam dan limbah lain yang terkandung di dalamnya. Tes ini juga dikenal sebagai tes berat jenis urine.

Jika terbukti mengidap diabetes insipidus, konsentrasi air dalam urine akan lebih tinggi, sedangkan konsentrasi limbah lainnya lebih rendah. Berat jenis urine Anda juga akan lebih rendah.

2. Water Deprivation Test

Sebelum melakukan tes ini, dokter akan meminta Anda untuk berhenti minum selama jangka waktu tertentu. Setelah itu, dokter akan mengambil sampel darah dan urine.

Dokter juga akan mengukur beberapa hal, seperti:

  • Kadar natrium dalam darah
  • Osmolalitas darah
  • Kadar ADH dalam darah
  • Komposisi urine
  • Jumlah urine yang dikeluarkan
  • Berat badan

Tidak hanya mengukur kadar ADH, dokter juga mungkin memberikan ADH sintetis selama tes. Ini dilakukan untuk melihat respons ginjal.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kerusakan pada jaringan otak.

Dokter juga dapat melihat gambaran kelenjar hipofisis atau hipotalamus pada MRI untuk mengetahui kemungkinan kerusakan atau kelainan.

4. Skrining Genetik

Tes ini dilakukan untuk mengetahui jenis diabetes insipidus yang diturunkan dari keluarga.

Jenis-jenis Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Diabetes Insipidus Sentral

Tipe diabetes insipidus ini adalah yang paling umum terjadi. Penyebabnya adalah kerusakan pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus.

Kerusakan ini menyebabkan hormon antidiuretik tidak dapat diproduksi, disimpan, atau dilepaskan sebagaimana mestinya. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan tubuh mengeluarkan sejumlah besar cairan melalui urine.

Beberapa kondisi yang dapat memicu terjadinya diabetes insipidus sentral antara lain:

  • Trauma di kepala
  • Tumor otak
  • Kondisi yang menyebabkan pembengkakan di otak
  • Pembedahan yang memengaruhi kelenjar hipofisis atau hipotalamus
  • Kondisi genetik yang langka

2. Diabetes Insipidus Nefrogenik

Diabetes tipe ini diwariskan melalui genetik. Adanya mutasi genetik tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal sehingga tidak dapat merespons hormon antidiuretik dengan baik.

Beberapa penyebab potensial kondisi ini antara lain:

  • Obat-obatan tertentu, seperti lithium atau tetrasiklin (achromycin V)
  • Penyakit ginjal kronis
  • Penyumbatan pada saluran kemih
  • Ketidakseimbangan elektrolit

3. Diabetes Insipidus Gestasional

Diabetes insipidus gestasional terjadi ketika enzim yang dihasilkan oleh plasenta menghancurkan hormon antidiuretik di dalam tubuh.

Kondisi ini juga dapat terjadi ketika tubuh memproduksi prostaglandin lebih banyak dari biasanya. Prostaglandin adalah bahan kimia yang mirip dengan hormon di tubuh. Jika produksinya berlebihan, ginjal menjadi kurang sensitif terhadap hormon antidiuretik.

Kondisi ini dapat terjadi pada wanita hamil dan akan sembuh setelah kehamilan.

4. Diabetes Insipidus Dipsogenik

Diabetes insipidus dipsogenik atau polidipsia primer terjadi ketika ada kerusakan pada mekanisme tubuh yang mengatur rasa haus.

Akibatnya, seseorang bisa merasa haus secara berlebihan dan minum terlalu banyak cairan.

Terlalu banyak cairan yang masuk ke dalam tubuh bisa menekan sekresi vasopresin. Kondisi ini mengakibatkan sering buang air kecil.

Diabetes insipidus dipsogenik sering kali dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan dan kondisi tertentu, termasuk gangguan mental.

Pengobatan Diabetes Insipidus

Perawatan untuk kondisi ini berbeda-beda tergantung pada jenis diabetes insipidus yang diderita. Beberapa perawatan umum yang dilakukan meliputi:

1. Diabetes Insipidus Sentral

Pada umumnya, pengobatan untuk diabetes tipe ini melibatkan pemberian desmopressin, yaitu hormon buatan yang merupakan bentuk sintetis dari ADH.

Desmopressin tersedia dalam bentuk semprot hidung, pil, atau suntikan.

Selama menggunakan obat ini, penting untuk memantau jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh dan hanya minum jika merasa haus.

2. Diabetes Insipidus Nefrogenik

Penanganan untuk diabetes tipe ini biasanya melibatkan mengatasi penyebabnya terlebih dahulu.

Beberapa obat yang mungkin diresepkan untuk diabetes insipidus nefrogenik meliputi:

  • Desmopressin dosis tinggi
  • Diuretik yang aman dikonsumsi bersama aspirin atau ibuprofen
  • Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Penting untuk diingat bahwa ketika mengonsumsi jenis obat-obatan tersebut, minum air hanya boleh dilakukan ketika merasa haus.

Jika diabetes disebabkan oleh obat tertentu, dokter biasanya akan mengganti atau menghentikan penggunaan obat tersebut.

Perlu dicatat bahwa mengurangi dosis obat atau menghentikan penggunaan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter harus dihindari.

3. Diabetes Insipidus Gestasional

Pada umumnya, diabetes tipe ini tidak memerlukan pengobatan khusus. Namun, pada kasus yang parah, dokter dapat meresepkan desmopressin.

4. Diabetes Insipidus Dipsogenik

Belum ada penanganan spesifik untuk diabetes jenis ini. Namun, mengatasi gejala yang ada dapat membantu mengurangi keluhan.

Komplikasi Diabetes Insipidus

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat kondisi ini meliputi:

1. Dehidrasi

Dehidrasi bisa terjadi ketika cairan yang keluar dari tubuh terlalu banyak. Gejalanya antara lain:

  • Mulut kering.
  • Rasa haus.
  • Kelelahan.
  • Elastisitas kulit berkurang.

2. Ketidakseimbangan Elektrolit

Diabetes insipidus bisa menyebabkan ketidakseimbangan zat-zat mineral di dalam darah, seperti kalium dan natrium. Keduanya penting untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.

Gejala yang mungkin muncul antara lain:

  • Mual.
  • Muntah.
  • Kehilangan nafsu makan.
  • Kebingungan.
  • Kelemahan.
  • Kram otot.

Demikianlah penjelasan mengenai diabetes insipidus, mulai dari gejala hingga pengobatan. Jika Anda mengalami beberapa gejala yang telah disebutkan di atas, jangan tunda untuk memeriksakan kondisi Anda ke dokter.

Referensi

  1. Anonim.

    About The Author

8 Sumber Protein Hewani Terbaik untuk MPASI

Obat Metronidazole – Dosis & Indikasi untuk Dewasa