Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Benarkah Penyakit Usus Buntu Meningkatkan Risiko Kanker Usus?

Myles Bannister

Peradangan di usus buntu dapat menyebabkan rasa nyeri di perut dan sering dikaitkan dengan kanker usus. Apakah keduanya benar-benar terkait? Bacalah penjelasan berikut.

Kasus Kanker Usus Besar di Indonesia

Kanker usus besar adalah jenis kanker yang paling umum terjadi ketiga di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018, kanker usus besar menjadi peringkat ketiga dunia dalam jenis kanker yang paling sering terjadi.

Di Indonesia, menurut data Globocan tahun 2020, kanker usus besar menjadi peringkat keempat dengan jumlah kasus baru yang paling banyak.

Setiap tahun, sekitar 35 ribu pasien didiagnosis dengan kanker usus besar, dan sekitar 35 persennya terjadi pada pasien di bawah usia 40 tahun. Angka kematian karena penyakit ini mencapai 6,7 dari setiap 100 ribu kasus di Indonesia.

Sekitar 30 persen dari kasus kanker usus besar terjadi pada populasi usia produktif di bawah 40 tahun. Penyakit ini sering dimulai dengan munculnya tumor jinak yang dikenal sebagai polip.

Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan pasti, tetapi kebiasaan buruk seperti jarang berolahraga, kurang mengonsumsi serat, dan merokok diduga menjadi faktor pemicunya.

Ada juga dugaan bahwa penderita radang usus buntu memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker usus.

Benarkah Radang Usus Buntu Menyebabkan Kanker Usus?

Radang usus buntu terjadi ketika terjadi peradangan pada usus buntu, yaitu kantung berbentuk jari yang terletak di sisi kanan bawah perut.

Peradangan pada usus buntu menyebabkan rasa sakit di perut kanan bawah. Seiring dengan berjalannya waktu, rasa nyeri dapat menjadi semakin parah.

Radang usus buntu juga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan demam tinggi.

Pengobatan umum untuk mengatasi radang usus buntu adalah operasi apendektomi. Namun, jenis operasinya tergantung pada tingkat keparahan kondisi.

Jika peradangan masih terbatas pada usus buntu, operasinya adalah ringan. Tetapi jika peradangan telah menyebabkan pecahnya usus buntu dan infeksi menyebar, maka operasinya menjadi lebih rumit dan membutuhkan tindakan yang lebih besar.

Namun, seperti halnya pengobatan medis lainnya, operasi ini juga memiliki efek samping.

Penelitian menunjukkan bahwa penderita radang usus yang menjalani operasi usus buntu memiliki risiko 14 persen lebih tinggi untuk terkena kanker usus. Kanker usus besar juga sering ditemukan pada orang yang telah menjalani operasi usus buntu dan berusia lanjut.

Para ahli menduga bahwa hal ini terkait dengan peran usus buntu dalam sistem kekebalan tubuh. Peradangan pada usus buntu menyebabkannya “dihilangkan” secara paksa.

Sebagai akibatnya, kelenjar yang berfungsi dalam mencegah kanker juga hilang.

Ada juga dugaan bahwa usus buntu adalah tempat hidup bagi bakteri baik dalam tubuh yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Jika usus buntu diangkat melalui operasi, maka tempat bagi bakteri-bakteri baik tersebut akan hilang.

Meskipun adanya temuan bahwa radang usus buntu dapat meningkatkan risiko kanker usus, penelitian terbaru pada tahun 2022 menunjukkan sebaliknya.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Cancer Epidemiology, pasien yang menjalani apendektomi mengalami penurunan risiko terkena kanker secara keseluruhan.

Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami hubungan antara radang usus buntu dan kanker usus.

Bagi penderita radang usus buntu yang masih muda, disarankan untuk waspada terhadap risiko terkena kanker usus sebagai efek samping dari apendektomi.

Nah, itulah penjelasan mengenai infeksi usus buntu yang bisa meningkatkan risiko kanker usus. Meskipun masih memicu perdebatan, penderita usus buntu sebaiknya menjaga kesehatan dan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat untuk mencegah penyakit ini di masa depan.

Referensi

  1. Anonim. 2022. Younger Patients with Appendicitis Are More Likely to Have Cancer of the Appendix. https://www.facs.org/for-medical-professionals/news-publications/news-and-articles/press-releases/2022/appendicitis-cancer/. (Diakses pada 1 Maret 2023).
  2. Anonim. 2022. Kemenkes & Biofarma Luncurkan Alat Deteksi Kanker Usus. https://www.kemkes.go.id/article/view/22071900003/kemenkes-biofarma-luncurkan-alat-deteksi-kanker-usus.html. (Diakses pada 1 Maret 2023).
  3. Anonim. 2021. Appendicitis. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/appendicitis/symptoms-causes/syc-20369543. (Diakses pada 1 Maret 2023).
  4. Mohamed, Imran, dkk. 2019. Appendicitis As A Manifestation of Colon Cancer: Should We Image the Colon After Appendicectomy Ii Patients Over the Age of 40 Years? https://link.springer.com/article/10.1007/s00384-018-03224-8. (Diakses pada 1 Maret 2023).
  5. Susanto, Heru & Soeharso. 2023. Kanker Usus Besar. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2092/kanker-usus-besar. (Diakses pada 1 Maret 2023).
  6. Van Den Boom, A,L., dkk. 2022. Appendectomy and the Subsequent Risk of Cancer: A Prospective Population-based Cohort Study with Long Follow-up. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187778212200025X. (Diakses pada 1 Maret 2023).

About The Author

Aminoglikosida – Manfaat, Dosis, dan Efek Samping

6 Tanda Luka di Tubuh Mengalami Infeksi yang Serius