Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Apendisitis – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Myles Bannister

Apakah Apendisitis Berbahaya?

Radang usus buntu atau appendictis adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan operasi untuk mengangkat apendiks.

Tanpa diobati, usus buntu yang meradang akhirnya akan meledak, atau dalam bahasa medis disebut perforasi, mengeluarkan isinya ke dalam rongga perut. Hal ini dapat menyebabkan peritonitis, peradangan serius dari rongga lapisan perut (peritoneum) yang berakibat fatal kecuali ditangani dengan cepat menggunakan antibiotik yang kuat.

Terkadang usus buntu yang meradang berisi nanah abses yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut jika pecah. Jaringan parut dan abses ini menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan apendiks. Jadi, meskipun apendiks belum perforasi, semua kasus apendisitis diperlakukan sebagai darurat yang memerlukan tindakan operasi.

Di Amerika Serikat, 1 dari 15 orang mengalami usus buntu. Meskipun dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis jarang terjadi pada anak di bawah 2 tahun dan paling sering terjadi antara usia 10-30 tahun.

Penyebab Apendisitis

Apa yang menyebabkan radang usus buntu? Apendisitis atau radang usus buntu terjadi ketika usus buntu tersumbat, biasanya oleh tinja, benda asing, atau kanker. Penyumbatan juga bisa terjadi karena infeksi dan pembengkakan sebagai respons terhadap infeksi dalam tubuh.

Dalam banyak kasus, penyebab apendisitis kadang-kadang tidak diketahui. Ada juga beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan apendisitis.

Dokter meyakini bahwa obstruksi pada usus buntu dapat menyebabkan radang usus buntu. Obstruksi bisa bersifat sebagian atau total. Obstruksi total adalah penyebab operasi darurat.

Obstruksi sering disebabkan oleh penumpukan atau akumulasi tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh pembesaran folikel limfoid, cacing, trauma, atau tumor.

Ketika ada penghalang di dalam usus buntu, bakteri dapat berkembang biak di dalam organ tersebut. Hal ini mengarah pada pembentukan nanah. Tekanan yang meningkat bisa menyebabkan nyeri. Ini juga bisa menghambat aliran darah lokal. Kurangnya pasokan darah ke usus buntu dapat menyebabkan gangren – jaringan mati.

Jika usus buntu pecah, tinja dapat memenuhi perut. Ini merupakan keadaan medis yang darurat.

Peritonitis adalah konsekuensi lain dari usus buntu yang pecah. Ini adalah peradangan pada lapisan dinding perut. Organ lain juga bisa menjadi radang setelah pecah. Organ yang dapat terkena termasuk sekum, kandung kemih, atau kolon sigmoid.

Jika usus buntu yang terinfeksi bocor atau pecah, ada risiko terbentuknya abses yang dapat membatasi infeksi ke area kecil yang dikelilinginya. Namun, abses tersebut masih bisa menjadi berbahaya.

Gejala Apendisitis

Terdapat beberapa gejala klasik apendisitis, termasuk:

  • Nyeri di sekitar pusar atau perut bagian atas yang semakin tajam saat bergerak ke perut kanan bawah. Ini biasanya merupakan tanda awal.
  • Kehilangan nafsu makan
  • Mual atau muntah segera setelah mulai merasakan sakit perut
  • Pembengkakan perut
  • Demam
  • Tidak dapat mengeluarkan gas usus (flatus)

Selain itu, seiring berjalannya waktu, gejala lain dari usus buntu dapat muncul, termasuk:

  • Nyeri tajam di berbagai bagian perut, termasuk perut bagian atas atau bawah, punggung, atau rektum
  • Nyeri saat buang air kecil
  • Muntah yang terjadi sebelum nyeri perut
  • Kram parah
  • Sembelit atau bahkan diare

Jika Anda mengalami salah satu gejala apendisitis yang disebutkan di atas, segera cari bantuan medis, karena diagnosis dan pengobatan sangat penting. Jangan makan, minum, atau menggunakan obat penghilang rasa sakit, antasida, obat pencahar, atau bantalan pemanas, karena hal tersebut dapat menyebabkan radang dan pecahnya apendiks.

Diagnosis Apendisitis

Diagnosis usus buntu bisa rumit. Gejala apendisitis biasanya samar atau sangat mirip dengan penyakit lain, seperti infeksi saluran kemih, penyakit Crohn, gastritis, infeksi usus, masalah ovarium, atau masalah infeksi kandung kemih.

Tes berikut ini biasanya digunakan untuk diagnosis:

  • Tes perut untuk mendeteksi peradangan
  • Tes urine untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih
  • Tes rektum
  • Tes darah untuk melihat adanya tanda-tanda leukositosis, yang menunjukkan adanya peradangan/infeksi
  • CT scan atau USG

Pengobatan Apendisitis

Pembedahan untuk mengangkat usus buntu, yang disebut apendiktomi, adalah pengobatan standar untuk apendisitis. Secara umum, jika dicurigai usus buntu, dokter cenderung segera melakukan pengangkatan apendiks untuk mencegah perforasi. Jika usus buntu telah terbentuk abses, pasien mungkin harus menjalani dua prosedur: satu untuk mengeringkan nanah dan cairan dalam abses, dan prosedur berikutnya untuk mengangkat apendiks. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan apendisitis akut dengan antibiotik dapat menghindari kebutuhan operasi.

Antibiotik diberikan sebelum apendiktomi untuk melawan peritonitis. Biasanya digunakan anestesi umum, dan apendiks diangkat melalui sayatan di perut atau melalui laparoskopi. Jika Anda mengalami peritonitis, perut juga harus diirigasi dan nanah harus dikeringkan.

Dalam waktu 12 jam setelah operasi, pasien dapat bangun dan bergerak. Pasien biasanya dapat kembali melakukan aktivitas normal dalam 2-3 minggu. Jika operasi dilakukan dengan laparoskopi (teknik pembedahan dengan menggunakan alat khusus untuk melihat isi perut), sayatan kecil digunakan dan pemulihan lebih cepat.

Setelah operasi usus buntu, hubungi dokter jika Anda mengalami:

  • Muntah yang tidak terkendali
  • Sakit perut yang semakin parah
  • Pusing atau pingsan
  • Muntah darah atau darah dalam urine
  • Nyeri dan kemerahan bertambah di bekas sayatan
  • Demam
  • nanah dalam luka operasi

Perlu diketahui bahwa tidak ada cara untuk mencegah apendisitis atau radang usus buntu. Namun, kasus usus buntu jarang terjadi pada orang yang makan makanan tinggi serat, seperti buah-buahan dan sayuran segar.

About The Author

10 Manfaat Sabar untuk Kesehatan Mental dan Fisik

Penderita Hipertensi Tidak Boleh Makan Kangkung?