Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Asfiksia Neonatorum: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi

Myles Bannister

Asfiksia Neonatorum adalah penyakit pada bayi baru lahir yang berkaitan dengan sistem pernapasan dan dapat berakibat fatal. Ketahui penyebab, gejala, serta cara mengatasinya!

Apa itu Asfiksia Neonatorum?

Asfiksia Neonatorum, juga dikenal sebagai Perinatal Asphyxia atau Birth Asphyxia, adalah kondisi ketidakmampuan bayi untuk mengalirkan darah atau pertukaran oksigen dalam tubuhnya. Kondisi ini bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah proses persalinan dan menyebabkan gagal nafas spontan.

Kondisi ini dapat merusak sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada sel otak. Kerusakan pada organ-organ tersebut dapat terjadi dalam hitungan menit jika tidak ada pasokan oksigen. Asfiksia Neonatorum masih menjadi penyebab kematian bayi yang paling umum.

Penyebab Asfiksia Neonatorum

Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan Asfiksia Neonatorum:

Faktor Maternal

Pada beberapa kondisi ibu, seperti diabetes melitus, hipertensi, preeklampsia, hipotensi, anemia, dan infeksi, dapat menyebabkan asfiksia pada bayi.

Faktor Plasental

Kondisi plasenta, seperti abrupsio plasenta, perdarahan fetomaternal, prolaps tali pusat, infeksi, dan inflamasi, dapat mempengaruhi tingkat kejadian asfiksia.

Faktor Fetal

Faktor pada bayi, seperti kelainan pada jalan napas, penyakit neurologis, infeksi, pengaruh obat-obatan, dan penyakit kardiopulmoner, juga dapat berpengaruh pada terjadinya asfiksia neonatorum.

Selain faktor-faktor tersebut, asfiksia neonatorum juga dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi berikut:

Penyakit Membran Hialin

Penyakit Membran Hialin terjadi saat paru-paru bayi yang belum berkembang dengan baik tidak dapat menerima oksigen dengan sempurna. Normalnya, paru-paru akan berkembang sempurna pada usia kehamilan 34-35 minggu. Oleh karena itu, penyakit ini umumnya terjadi pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 34-35 minggu.

Transient Tachypnea of Newborn (TTTN)

Transient Tachypnea of Newborn (TTTN) ditandai dengan napas cepat pada bayi baru lahir akibat cairan ketuban yang mengisi paru-paru bayi.

Pada kondisi normal, paru-paru bayi akan terendam cairan ketuban saat masih dalam kandungan. Saat persalinan normal, paru-paru bayi akan “diperas” melalui jalan lahir yang sempit, sehingga paru-paru bayi dapat mengembang dengan sempurna setelah keluar dari jalan lahir.

Kondisi ini lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dengan operasi caesar karena paru-paru bayi tidak dapat melewati jalan lahir yang sempit dan “diperas” oleh cairan ketuban.

Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang dapat terjadi pada bayi baru lahir. Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur yang mempengaruhi sistem pernafasan bayi sehingga paru-paru tidak dapat melakukan pertukaran oksigen dengan baik.

Sindrom Aspirasi Mekonium

Sindrom Aspirasi Mekonium terjadi ketika bayi menghirup feses (mekonium) ke saluran pernapasan, termasuk paru-paru, sehingga bayi mengalami kesulitan bernapas dengan baik. Biasanya, feses akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam setelah persalinan.

Gejala Asfiksia Neonatorum

Berikut adalah gejala yang mungkin terlihat pada bayi yang menderita asfiksia neonatorum:

  • Warna kulit dan bibir bayi yang kebiruan atau pucat (sianosis)
  • Denyut jantung yang sangat cepat atau sangat lambat
  • Bayi tampak lemas
  • Bayi mengeluarkan suara merintih
  • Otot-otot dada bayi bergerak saat bernapas
  • Cuping hidung bayi bergerak saat bernapas
  • Anggota gerak bayi kaku dan lemas
  • Bayi tidak merespons rangsangan
  • Kejang jika asfiksia sudah parah

Diagnosis Asfiksia Neonatorum

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG), berikut adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis Asfiksia Neonatorum:

Skor APGAR Rendah (0 – 3) selama

Pada bayi baru lahir, biasanya APGAR Score akan dinilai oleh bidan atau dokter spesialis. APGAR Score terdiri dari 5 komponen, yaitu Appearance (penampilan kulit bayi), Pulse (detak jantung bayi), Grimace (tanggapan bayi terhadap rangsangan), Activity (penggerakan bayi), dan Respiration (pernapasan bayi).

Setiap komponen tersebut dinilai dengan skor 0, 1, atau 2. Jika total skor di bawah 7, maka bayi tersebut dapat diduga mengalami asfiksia neonatorum dan perlu penanganan lebih lanjut.

pH Darah

Kriteria ini sulit untuk dilakukan karena membutuhkan pengambilan sampel darah dari arteri umbilicalis (pembuluh darah pada tali pusat bayi) dan biaya yang cukup mahal.

Gangguan Neurologis

Gangguan neurologis yang mungkin terjadi adalah kejang, penurunan kesadaran, dan tidak merespons rangsangan.

Gangguan Multiorgan

Kekurangan oksigen yang berkepanjangan pada bayi asfiksi dapat menyebabkan kerusakan pada otak, paru-paru, ginjal, sistem pencernaan, dan keseimbangan elektrolit.

Cara Mengatasi Asfiksia Neonatorum

Jika bayi menunjukkan tanda-tanda di atas, maka kita dapat menduga bahwa bayi tersebut mengalami asfiksia neonatorum. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan:

  • Jaga kadar oksigen bayi di atas 85%
  • Jika kadar oksigen sudah membaik, tidak diperlukan bantuan oksigen tambahan
  • Lakukan resusitasi neonatus oleh bidan atau dokter spesialis yang terkait
  • Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, dapat diberikan bantuan nafas seperti CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau ventilator

Jika penyebab asfiksia neonatorum sudah teridentifikasi, maka akan diberikan terapi spesifik sesuai dengan penyebabnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Pemberian zat surfaktan pada bayi dengan penyakit membran hialin
  • Penggunaan suction untuk mengeluarkan mekonium pada bayi dengan sindrom aspirasi mekonium
  • Pemberian antibiotik pada bayi baru lahir yang menderita pneumonia

Untuk asfiksia neonatorum akibat Transient Tachypnea of Newborn (TTTN), pemberian oksigen tambahan dapat membantu pernafasan bayi dan biasanya gejalanya akan hilang dalam beberapa hari.

Pencegahan Asfiksia Neonatorum

Pencegahan asfiksia neonatorum dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

Pencegahan Primer

Pencegahan ini melibatkan upaya ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu dan janin, melakukan skrining prenatal terutama pada kehamilan dengan risiko tinggi, dan memilih dokter atau bidan yang kompeten untuk membantu persalinan.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder melibatkan resusitasi yang efektif terhadap bayi baru lahir untuk mencegah terjadinya asfiksia neonatorum.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier melibatkan manajemen dan terapi yang dilakukan oleh tenaga medis untuk mencegah komplikasi berkelanjutan pada bayi yang mengalami asfiksia neonatorum.

Referensi

  1. Brucknerová I, Ujházy E. Asphyxia in newborn – Risk, prevention and identification of a hypoxic event. Neuroendocrinol Lett. 2014;35:201-10.
  2. Encyclopedia of Children’s Health. Asphyxia Neonatorum. http://www.healthofchildren.com/A/Asphyxia-Neonatorum.html.
  3. Rainaldi MA, Perlman JM. Pathophysiology of Birth Asphyxia. Clin Perinatol [Internet]. 2016;43(3):409-22. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.clp.2016.04.002
  4. UCSF Benioff Children’s Hospital. Birth Asphyxia. https://www.ucsfbenioffchildrens.org/conditions/birth_asphyxia/

About The Author

Manfaat Sinar Matahari Pagi bagi Kesehatan, Bikin Langsing-Cegah Kanker!

Fibroid Rahim – Penyebab, Gejala, Diagnosis, & Pengobatan