Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Manajemen Nyeri: Indikasi, Tujuan, Prosedur, dll

Myles Bannister

Nyeri pada bagian tubuh tertentu terkadang muncul secara tiba-tiba. Anda dapat mengatasinya dengan prosedur manajemen nyeri. Simak selengkapnya di sini!

Apa itu Manajemen Nyeri?

Manajemen nyeri adalah sekumpulan prosedur medis untuk meringankan atau menghilangkan nyeri pada tubuh pasien.

Tim medis akan membantu Anda mengontrol rasa sakit dengan beberapa metode, seperti penggunaan obat-obatan, terapi, hingga pembedahan. Sebagian kasus nyeri mungkin membutuhkan lebih dari satu metode penanganan.

Nyeri alias nyeri dapat terjadi pada siapa saja dan termasuk kondisi yang umum terjadi. Seiring bertambahnya usia, nyeri akan lebih sering terjadi, terutama pada wanita.

Indikasi Manajemen Nyeri

Nyeri dapat tergolong ringan hingga berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari penderita. Lantas, kondisi nyeri seperti apa yang membutuhkan manajemen nyeri? Berikut rinciannya:

Klasifikasi nyeri akut

Nyeri akut umumnya muncul sebagai respons terhadap cedera atau kondisi medis. Nyeri akut dapat muncul dan menghilang secara tiba-tiba.

Jenis nyeri akut terbagi menjadi:

1. Nyeri somatik (nyeri somatik)

Nyeri somatik muncul ketika reseptor nyeri pada kulit, otot, kerangka, sendi, dan jaringan ikat teraktivasi. Rangsangan seperti gaya, suhu, getaran, atau pembengkakan dapat mengaktifkan indra ini.

Nyeri somatik dapat berupa kram, perih, sakit, dan nyeri yang tajam.

2. Nyeri visceral (nyeri visceral)

Nyeri visceral terjadi ketika reseptor nyeri di panggul, perut, dada, atau usus teraktivasi. Rasa sakit akan dirasakan ketika organ dan jaringan tubuh mengalami luka atau kerusakan.

Nyeri akibat kondisi ini sulit digambarkan dan mungkin dirasakan sebagai rasa diremas, ditekan, atau hanya berkaitan dengan sakit.

Klasifikasi nyeri kronis

Nyeri kronis berlangsung lama, bahkan melebihi waktu yang diperkirakan sebelumnya. Biasanya, nyeri akan bertahan lebih dari tiga bulan.

Jenis nyeri kronis meliputi:

1. Nyeri nosiseptif (nyeri nosiseptif)

Nyeri nosiseptif dapat berupa nyeri somatik atau visceral. Rasa sakit muncul karena adanya rangsangan yang berpotensi menjadi kondisi serius. Nyeri biasanya terdeteksi oleh indra perasa nyeri.

Nyeri yang dapat dirasakan antara lain adalah kesemutan, kelemahan, kekakuan, dan rasa sakit seperti ditusuk.

2. Nyeri neuropatik (nyeri neuropatik)

Nyeri neuropatik melibatkan sistem saraf perifer atau saraf pusat. Nyeri dapat muncul secara tiba-tiba.

Gejala gangguan atau masalah pada sistem saraf dapat menyebabkan berbagai nyeri, seperti kesemutan, kekakuan, rasa terbakar, sulit tidur akibat nyeri, dan masalah pengaturan emosi akibat rasa sakit.

Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik tidak dapat diatasi dengan obat analgesik. Namun, analgesik adjuvant dapat membantu mengurangi nyeri.

3. Patofisiologi yang belum diketahui

Nyeri kronis dapat muncul akibat kondisi yang belum dapat dijelaskan. Oleh karena itu, perawatan nyeri dapat mencoba berbagai metode.

4. Sindrom nyeri akibat faktor psikologis

Nyeri yang muncul berhubungan dengan kondisi psikologis seseorang. Beberapa contoh nyeri yang dapat muncul adalah sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, dan sakit perut.

Tujuan Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, mengurangi rasa nyeri, dan meningkatkan fungsi anggota tubuh yang mengalami nyeri.

Persiapan Manajemen Nyeri

Persiapan manajemen nyeri akan bergantung pada penyebab nyeri yang mendasarinya. Sebelum mengetahui SOP manajemen nyeri, penting untuk mengetahui penyebab nyeri dengan baik.

Tim medis akan menanyakan riwayat kesehatan pasien, termasuk riwayat medis dan pembedahan sebelumnya. Selain itu, ada beberapa pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan, seperti tes darah, MRI, CT scan, rontgen, ultrasonografi (USG), dan elektromiografi (EMG).

Prosedur Manajemen Nyeri

Setelah mengetahui penyebab nyeri, tim medis akan menentukan metode manajemen nyeri yang sesuai dengan kondisi pasien. Secara umum, berikut ini adalah prosedur pada manajemen nyeri:

1. Rest, ice, compression, and elevation (RICE)

RICE adalah pengobatan rumahan untuk mengatasi cedera akut. RICE merupakan singkatan dari:

  • R = Rest. Istirahatkan area yang mengalami nyeri.
  • I = Ice. Kompres dingin dapat membantu mengurangi nyeri. Gunakan kain untuk melindungi kulit dari es.
  • C = Compression. Berikan tekanan pada area yang cedera.
  • E = Elevation. Tinggikan area cedera di atas jantung untuk mengurangi pembengkakan.

2. Obat-obatan

Obat pereda nyeri umum digunakan untuk mengatasi nyeri. Ada berbagai jenis obat yang tersedia di apotek, termasuk analgesik nonopioid dan opioid.

Obat analgesik nonopioid meliputi paracetamol, aspirin, NSAID, antidepresan, antiepilepsi, dan anestesi lokal dalam bentuk tetes, semprotan, krim, atau suntikan.

Obat opioid digunakan pada kondisi nyeri yang parah, seperti pasien kanker. Namun, penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter karena bisa menyebabkan efek adiksi.

3. Pembedahan

Pembedahan jarang digunakan dalam manajemen nyeri, tetapi dapat dipertimbangkan jika terdapat komplikasi neurologis serius, seperti disfungsi usus atau kandung kemih yang terkait dengan nyeri kronis.

Pembedahan untuk meredakan nyeri meliputi Dorsal root entry zone operation (DREZ), penghambat saraf, stimulasi listrik, dan operasi tulang belakang.

4. Fisioterapi

Fisioterapi dapat berupa pijatan, terapi panas, terapi dingin, atau latihan fisik.

5. Akupunktur

Akupunktur adalah terapi alternatif yang menggunakan jarum untuk menstimulasi titik-titik tertentu pada tubuh. Tujuannya adalah mengembalikan keseimbangan dan merangsang pelepasan endorfin yang merupakan senyawa penghilang rasa sakit alami.

6. Neurolytic techniques

Neurolytic techniques melibatkan metode seperti radiofrequency coagulation dan cryotherapy.

7. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)

TENS adalah metode manajemen nyeri non-farmakologi yang menggunakan aliran listrik untuk merangsang saraf. Efektivitasnya dalam nyeri kronis masih dalam perdebatan, tetapi dapat dicoba jika metode lain tidak berhasil.

8. Konseling

Konseling psikologis menggunakan terapi perilaku kognitif (CBT) dan biofeedback dapat membantu mengelola nyeri kronis. Terapi hipnosis juga dapat digunakan sebagai metode tambahan dalam manajemen nyeri.

Perhatian

Jika manajemen nyeri melibatkan penggunaan obat-obatan, perlu diwaspadai jika Anda memiliki kondisi seperti penyakit ginjal, alergi terhadap obat tertentu, polip jantung, anemia, hemofilia, defisiensi vitamin K, trombositopenia, ulkus pada usus dan lambung, atau gangguan hati.

Jika prosedur manajemen nyeri melibatkan pembedahan, perhatikan bahwa Anda seharusnya berhati-hati jika memiliki alergi terhadap anestesi, gangguan pembekuan darah, atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah.

Manajemen nyeri tidak akan langsung menyembuhkan nyeri, tetapi dapat membantu mengurangi rasa sakit dan membantu Anda mengendalikan nyeri tersebut.

About The Author

Domperidone – Manfaat, Dosis, dan Efek Samping

Primolut N: Manfaat, Dosis, Efek Samping, dll