Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Bronkodilator: Manfaat, Jenis, Dosis, Interaksi Obat, Efek Samping, dll

Myles Bannister

Bronkodilator adalah obat yang digunakan untuk mengobati gejala penyempitan saluran pernapasan, termasuk asma dan PPOK. Definisi, dosis, efek samping, dan informasi lainnya dapat ditemukan di bawah ini!

Apa Itu Bronkodilator?

Bronkodilator adalah obat yang membantu mengatasi gejala penyempitan saluran pernapasan seperti sesak napas, batuk, dan mengi. Obat ini umumnya digunakan untuk mengobati asma dan PPOK.

Obat ini bekerja dengan membuka saluran pernapasan dan mengendurkan otot polos bronkus, sehingga memfasilitasi pernapasan bagi penderita asma dan kondisi paru-paru lainnya.

Bronkodilator terdiri dari agonis beta-2 kerja cepat seperti albuterol, beta2-agonis kerja lambat (seperti salmeterol, formoterol), agen antikolinergik (misalnya, ipratropium), dan theophylline. Agonis beta-2 kerja cepat digunakan untuk menghilangkan gejala asma dengan cepat, sedangkan penggunaan agonis beta-2 kerja lambat secara teratur membantu mengontrol gejala asma.

Jenis-Jenis Bronkodilator

Ada beberapa jenis bronkodilator utama, yaitu bronkodilator kerja lambat (long-acting beta agonist/LABA) dan bronkodilator kerja cepat (short-acting beta agonist/SABA). Kedua jenis ini efektif dalam mengobati penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Agonis beta-2 dan antikolinergik tersedia dalam bentuk kerja lama dan kerja singkat.

Berikut adalah penjelasan beberapa jenis bronkodilator yang paling umum:

1. Agonis Beta-2

Jenis ini umumnya digunakan untuk asma dan PPOK, meskipun beberapa jenis hanya cocok untuk PPOK. Agonis beta-2 biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berukuran kecil, tetapi bisa juga dalam bentuk tablet atau sirup.

Untuk mengatasi gejala yang parah dan tiba-tiba, obat jenis ini juga dapat diberikan melalui suntikan atau nebulisasi. Nebulisator adalah alat yang mengubah obat cair menjadi uap, memungkinkan penggunaan dosis besar obat melalui corong atau masker oksigen.

Agonis beta-2 bekerja dengan merangsang reseptor yang disebut reseptor beta-2 di otot saluran udara. Ini membantu mengendurkan otot dan memungkinkan saluran udara melebar.

Beberapa obat golongan agonis beta-2 meliputi:

Penggunaan agonis beta-2 harus dilakukan dengan hati-hati pada orang dengan kondisi sebagai berikut:

  • Tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).
  • Penyakit kardiovaskular.
  • Detak jantung tidak teratur (aritmia).
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi).
  • Diabetes.

Meskipun jarang terjadi, agonis beta-2 dapat memperburuk beberapa gejala dan meningkatkan risiko komplikasi dari kondisi-kondisi tersebut.

2. Antikolinergik

Jenis obat bronkodilator ini digunakan untuk mengobati PPOK, tetapi beberapa juga untuk mengobati asma. Obat ini umumnya digunakan dalam bentuk inhaler, tetapi dapat diubah menjadi uap (nebulisasi) untuk mengobati gejala yang parah dan tiba-tiba.

Antikolinergik membantu melebarkan saluran udara dengan menghambat saraf kolinergik yang dapat menyebabkan kontraksi otot-otot di saluran udara.

Beberapa obat golongan antikolinergik meliputi:

Penggunaan antikolinergik harus dilakukan dengan hati-hati pada orang dengan kondisi sebagai berikut:

  • Pembesaran prostat jinak.
  • Obstruksi aliran keluar kandung kemih.
  • Glaukoma.

Jika Anda memiliki pembesaran prostat jinak atau obstruksi aliran keluar kandung kemih, antikolinergik dapat menyebabkan masalah seperti kesulitan buang air kecil dan tidak dapat mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Sementara itu, glaukoma dapat memburuk jika obat antikolinergik tidak sengaja masuk ke mata.

3. Theophylline

Jenis ini umumnya tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul, tetapi ada bentuk lainnya seperti aminofilin yang dapat diberikan secara intravena jika gejalanya parah.

Cara kerja theophylline belum sepenuhnya dipahami, tetapi dapat membantu mengurangi peradangan dan melebarkan otot-otot saluran udara. Efek theophylline lebih lemah dibandingkan dengan obat bronkodilator dan kortikosteroid lainnya.

Penggunaan theophylline harus dilakukan dengan hati-hati pada orang dengan kondisi sebagai berikut:

  • Tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).
  • Penyakit kardiovaskular.
  • Masalah hati, seperti penyakit hati.
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi).
  • Luka terbuka yang berkembang pada lapisan perut (tukak lambung).
  • Suatu kondisi yang memengaruhi otak dan menyebabkan serangan berulang (epilepsi).

Obat ini dapat memperburuk kondisi tersebut. Pada orang dengan masalah hati, theophylline dapat menyebabkan akumulasi obat yang berbahaya dalam tubuh.

Obat-obatan lain juga dapat menyebabkan akumulasi theophylline yang tidak normal dalam tubuh. Hal ini harus selalu diperhatikan oleh dokter. Orang yang lebih tua mungkin memerlukan pemantauan tambahan saat menggunakan obat ini.

Dosis Bronkodilator

Dosis bronkodilator berbeda untuk setiap orang, sehingga penggunaan obat ini harus didasarkan pada anjuran dokter.

Berikut ini adalah dosis bronkodilator:

  • Terapi serangan akut: 1 unit dosis untuk keadaan yang parah. Jika gejala tidak mereda setelah memberikan 1 unit dosis, mungkin diperlukan 2 unit dosis, dan segera berkonsultasilah dengan dokter atau pergi ke rumah sakit terdekat.
  • Terapi pemeliharaan: 1 unit dosis sebanyak tiga atau empat kali sehari.
  • Overdosis: Pemberian obat penenang untuk overdosis parah, antagonis reseptor beta (terutama selektif beta-1) sesuai sebagai antidot spesifik. Namun, perlu memperhatikan kemungkinan peningkatan obstruksi bronkus dan dosis harus ditentukan dengan hati-hati pada penderita asma bronkial.

Dosis inhalasi albuterol yang umum adalah 2 inhalasi setiap 4-6 jam. Untuk mencegah bronkospasme akibat olahraga, gunakan 2 inhalasi selama 15-30 menit sebelum berolahraga. Efek inhalasi albuterol biasanya berlangsung sekitar 4-6 jam.

Interaksi Bronkodilator

Bronkodilator dapat berinteraksi dengan obat-obatan lain yang dapat mempengaruhi efektivitas atau meningkatkan risiko efek samping.

Beberapa obat yang dapat berinteraksi dengan bronkodilator (terutama theophylline) meliputi:

  • Diuretik, jenis obat yang membantu mengeluarkan cairan dari tubuh.
  • Beberapa antidepresan, termasuk monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) dan tricyclic antidepressants (TCAs).
  • Digoxin, obat untuk mengobati aritmia.
  • Benzodiazepine, obat penenang yang kadang digunakan untuk kecemasan atau masalah tidur (insomnia).
  • Lithium, obat untuk mengobati depresi berat dan gangguan bipolar.
  • Quinolones, jenis antibiotik.

Efek Samping Bronkodilator

Bronkodilator dapat menyebabkan efek samping yang berbeda pada setiap orang, tergantung pada jenis obat yang digunakan. Pastikan membaca petunjuk penggunaan pada kemasan obat untuk mengetahui efek samping yang spesifik.

Berikut ini beberapa efek samping bronkodilator:

  • Gemetar, terutama di tangan.
  • Sakit kepala.
  • Mulut kering.
  • Batuk.
  • Detak jantung yang terasa cepat (palpitasi).
  • Kram otot.
  • Mual dan muntah.
  • Diare.

Petunjuk Penggunaan Bronkodilator

Jika Anda atau anak Anda mendapatkan resep bronkodilator, penting untuk belajar cara menggunakannya dengan benar agar obat dapat diserap dengan baik oleh paru-paru. Penggunaan inhaler dosis terukur (metered-dose inhaler/MDI) bisa sedikit rumit pada awalnya.

Anda dapat berkonsultasi dengan petugas medis atau apoteker untuk membantu Anda belajar cara menggunakan bronkodilator atau mengawasi saat pertama kali menggunakan alat tersebut.

Berikut adalah langkah-langkah penggunaan inhaler dengan hati-hati:

  1. Kocok inhaler dengan baik sebelum digunakan untuk memastikan dosis obat yang tepat.
  2. Lepaskan penutup corong inhaler.
  3. Dengan tabung mengarah ke atas dan arahkan corong ke mulut, masukkan corong ke dalam mulut dan tutup bibir di sekitarnya.
  4. Secara cepat dan dalam, tarik napas melalui mulut sambil menekan bagian bawah tabung dengan kuat.
  5. Tahan napas selama 5-10 detik, dan biarkan obat masuk ke paru-paru.
  6. Lepaskan corong dari mulut dan bernapas secara normal.
  7. Jika dokter telah menganjurkan dosis kedua, tunggu selama satu hingga dua menit, kocok inhaler lagi, dan ulangi langkah 3-7.
  8. Pasang penutup corong setelah digunakan untuk mencegah debu dan kotoran masuk ke dalamnya.
  9. Bilas mulut dengan air setelah menggunakan inhaler.

Referensi

  1. Anonim. 2015. Bronchodilators & Asthma. [Online] https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/17575-bronchodilators–asthma (Diakses pada 22 Juli 2021)
  2. Anonim. 2019. Bronchodilators. [Online] https://www.nhs.uk/conditions/bronchodilators/ (Diakses pada 22 Juli 2021)
  3. Anonim. 2021. Albuterol Inhalation. [Online] https://www.drugs.com/albuterol.html#dosage (Diakses pada 22 Juli 2021)
  4. Anonim. Tanpa Tahun. Bronchodilators. [Online] https://www.drugs.com/drug-class/bronchodilators.html (Diakses pada 22 Juli 2021)
  5. Anonim. Tanpa Tahun. Bronkodilator Kombinasi. [Online] http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/31-antiasma-dan-bronkodilator/314-bronkodilator-kombinasi. (Diakses pada 22 Juli 2021)
  6. Carter, Alan. 2029. What to know about bronchodilators. [Online] https://www.medicalnewstoday.com/articles/325613 (Diakses pada 22 Juli 2021)
  7. Leader, Deborah. 2020. An Overview of Bronchodilators. [Online] https://www.verywellhealth.com/bronchodilators-914846 (Diakses pada 22 Juli 2021)

About The Author

Efek Hipogonadisme pada Tubuh dan Kemampuan Seksual

Penyebab Marah dan Cara Mengatasinya