Panggilan atau teks +62-0-274-37-0579

Parosmia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Myles Bannister

Parosmia adalah gangguan indra penciuman yang membuat Anda kehilangan kemampuan untuk mendeteksi aroma dengan benar. Kondisi ini kadang-kadang disalahartikan sebagai phantosmia, di mana Anda mendeteksi bau yang sebenarnya tidak ada. Namun, parosmia berbeda karena Anda masih dapat mendeteksi aroma, hanya saja bau yang Anda rasakan berbeda. Misalnya, aroma roti panggang yang seharusnya harum mungkin akan terasa menyengat dan busuk bagi penderita parosmia.

Gejala Parosmia

Gejala parosmia bervariasi pada setiap orang. Namun, gejala utamanya adalah merasakan bau yang terus-menerus tidak enak, terutama saat ada makanan. Aroma yang biasanya Anda anggap enak bisa terasa menyengat dan mengganggu. Konsumsi makanan dengan bau yang tidak enak juga bisa menyebabkan perasaan mual.

Parosmia juga dikaitkan dengan gejala virus Corona (COVID-19), terutama pada pasien di luar negeri. Namun, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mengetahui hubungan antara parosmia dan COVID-19 di Indonesia.

Penyebab Parosmia

Parosmia disebabkan oleh kerusakan pada neuron penciuman, baik karena virus atau kondisi kesehatan lainnya. Neuron tersebut melapisi hidung dan memberi tahu otak tentang cara menafsirkan bau. Kerusakan pada neuron tersebut mengubah cara aroma mencapai otak.

Berikut adalah beberapa penyebab umum parosmia:

1. Cedera Kepala atau Trauma Otak

Cedera kepala atau trauma otak dapat menyebabkan kerusakan pada penciuman. Durasi dan tingkat keparahan kerusakan tergantung pada cedera tersebut, namun kasus parosmia setelah cedera kepala jarang terjadi.

2. Infeksi Bakteri atau Virus

Flu atau infeksi virus lainnya dapat merusak neuron penciuman. Infeksi saluran pernapasan atas biasanya terkait dengan permulaan parosmia.

3. Merokok dan Paparan Bahan Kimia

Merokok dan paparan bahan kimia beracun dapat merusak sistem penciuman dan menyebabkan parosmia.

4. Efek Samping Pengobatan Kanker

Radiasi dan kemoterapi dapat menyebabkan parosmia. Efek samping ini juga dapat menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi.

5. Kondisi Neurologis

Penyakit Alzheimer, Parkinson, Lewy Body Dementia, dan Huntington dapat menyebabkan gangguan pada penciuman.

6. Tumor

Tumor pada sinus, korteks frontal, dan rongga sinus dapat mengubah indra penciuman. Namun, tumor jarang menyebabkan parosmia, lebih sering menyebabkan phantosmia.

7. Multiple Sclerosis

Beberapa pasien dengan multiple sclerosis mengalami gangguan penciuman, termasuk parosmia.

Diagnosis Parosmia

Parosmia dapat didiagnosis oleh dokter THT. Tidak ada tes standar untuk parosmia, namun dokter akan menanyakan riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik. Dokter juga mungkin melakukan pemeriksaan tambahan seperti rontgen sinus, biopsi, atau MRI jika diperlukan.

Pengobatan Parosmia

Pengobatan parosmia tergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh faktor lingkungan, pengobatan kanker, atau merokok, indra penciuman dapat pulih setelah pemicu dihilangkan. Beberapa kasus mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengatasi hambatan penciuman.

Beberapa perawatan lain yang dapat dilakukan termasuk menggunakan klip hidung untuk mencegah bau masuk ke dalam hidung, mengonsumsi zinc dan vitamin A, serta antibiotik. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk membuktikan keefektifan obat atau suplemen dalam mengobati parosmia.

Pemulihan

Parosmia bukan kondisi permanen. Neuron penciuman mungkin dapat pulih seiring berjalannya waktu. Kurang lebih 60% kasus parosmia yang disebabkan oleh infeksi akan pulih setelah beberapa tahun.

Waktu pemulihan bervariasi tergantung pada penyebab dan pengobatan yang dilakukan. Jika parosmia disebabkan oleh virus atau infeksi, penciuman dapat pulih tanpa pengobatan. Waktu pemulihan rata-rata antara dua hingga tiga tahun.

Usia, jenis kelamin, dan kondisi indra penciuman juga mempengaruhi prognosis jangka panjang. Konsultasikan dengan dokter jika Anda mengalami perubahan pada indra penciuman.

Referensi

  1. Ciurleo, Rosella, et al. “Parosmia and Neurological Disorders: A Neglected Association.” https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fneur.2020.543275/full. Diakses pada 14 Januari 2021.
  2. Ika. 2021. “Parosmia as the New Covid-19 Symptom.” https://www.ugm.ac.id/en/news/20584-parosmia-as-the-new-covid-19-symptom. Diakses pada 14 Januari 2021.
  3. Watson, Kathryn. 2018. “Parosmia.” https://www.healthline.com/health/parosmia#diagnosis. Diakses pada 14 Januari 2021.

About The Author

Sering Dianggap Sama, Ini Perbedaan Kolesterol dan Trigliserida

13 Cara Menghilangkan Mata Panda dengan Cepat dan Alami!